Topikseru.com – Malam Satu Suro adalah salah satu momen paling sakral dan penuh makna dalam kebudayaan Jawa. Perayaan ini bertepatan dengan 1 Muharram, yaitu Tahun Baru Hijriah, yang menandai dimulainya tahun baru Islam.
Bagi masyarakat Jawa, malam ini bukan hanya malam pergantian tahun, melainkan malam yang dipenuhi nuansa mistis, spiritual, dan refleksi diri.
Istilah “Suro” sendiri berasal dari penyebutan bulan Muharram dalam bahasa Jawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengertian Malam Satu Suro
Menurut situs Kemendikbud RI, Satu Suro adalah penanda awal bulan pertama dalam kalender Jawa, yaitu bulan Suro, yang sistem penanggalannya mengacu pada kalender Jawa.
Sedangkan malam satu Suro merujuk pada malam yang datang setelah waktu magrib sebelum tanggal 1 Suro itu sendiri, karena pergantian hari dalam kalender Jawa dimulai saat matahari terbenam, bukan tengah malam seperti dalam kalender Masehi.
Kementerian Agama RI juga menyatakan bahwa bulan Suro diyakini sebagai bulan yang sangat sakral oleh masyarakat Jawa, bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Islam.
Masyarakat Jawa percaya bahwa malam ini adalah saat di mana dunia gaib dan dunia manusia menjadi lebih dekat, sehingga banyak ritual dilakukan untuk menolak bala, introspeksi, dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Sejarah dan Asal Usul Malam Satu Suro
Penciptaan kalender Jawa tidak terlepas dari sosok besar Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja Kesultanan Mataram Islam.
Pada tahun 1633 Masehi atau 1555 Saka, Sultan Agung memperkenalkan kalender Jawa sebagai hasil perpaduan kalender Saka (Hindu), kalender Hijriah (Islam), dan kalender Masehi (Barat).
Langkah ini bukan tanpa tujuan. Sultan Agung ingin menyatukan berbagai kelompok masyarakat, terutama antara santri (Islam) dan abangan (kepercayaan lokal/Hindu-Buddha).
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya