Oleh : Gumilar Aditya Nugroho, S.H
Topikseru.com – Di tengah dinamika ekonomi global dan tuntutan persaingan usaha yang semakin ketat, kolaborasi antarperusahaan menjadi pilihan strategis. Banyak perusahaan memilih melakukan kerja sama operasi (KSO), atau dalam praktik internasional dikenal sebagai joint operation. Skema ini digunakan dalam berbagai sektor, mulai dari infrastruktur, migas, pertambangan, hingga jasa keuangan.
Meski kerap dianggap sekadar teknis bisnis, KSO sesungguhnya menyimpan konsekuensi hukum yang tidak ringan. Karena itulah, para pimpinan perusahaan perlu memahami secara mendalam dasar hukum, karakteristik, serta potensi risiko dari pola kerja sama ini, agar tidak terjebak pada perjanjian yang justru merugikan perusahaan dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KSO Dalam Perspektif Hukum
Dalam sistem hukum Indonesia, KSO tidak diatur secara khusus dalam undang-undang, melainkan berlandaskan asas umum hukum perdata. Pasal 1338 KUHPerdata menegaskan asas kebebasan berkontrak: semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak.
Dengan landasan ini, KSO dipahami sebagai bentuk perjanjian innominate (tidak dinamai secara khusus dalam KUHPerdata), namun sah mengikat selama memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata, yakni kesepakatan, kecakapan, objek tertentu, dan sebab yang halal.
Di luar KUHPerdata, sejumlah regulasi sektoral turut mengakui keberadaan KSO. LKPP misalnya, mengatur pembentukan KSO untuk proyek jasa konstruksi dalam pengadaan pemerintah. Sektor migas juga mengenal joint operation dalam kontrak kerja sama dengan SKK Migas. Bahkan dari sisi perpajakan, KSO diperlakukan sebagai subjek pajak dengan NPWP tersendiri.
Walaupun dalam hukum nasional belum terdapat ketentuan perundang-undangan yang secara tegas mengatur pembentukan Kerjasama operasional (joint operation) namun ada beberapa landasan yang sering digunakan sebagai pembentukan KSO, Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740 Tahun 1989 mengatakan bahwa Kerjasama operasional yang dikenal dengan nama Joint Opertastion Adalah Kerjasama melakukan sesuatu kegiatan usaha guna mencapai suatu tujuan tertentu.
Selain itu Pasal 1 angka 56 PP Nomor 14 Tahun 2021 berbunyi “kerja sama operasi yang selanjutnya disingkat KSO Adalah kerja sama usaha antar pelaku usaha yang masing-masing pohak mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang jelas berdasarkan perjanjian tertulis”. Artinya, meski tidak berbadan hukum, KSO diakui dan diperlakukan serius dalam sistem hukum Indonesia.
Karakteristik Utama KSO
KSO berbeda dari pendirian perusahaan patungan (joint venture) berbadan hukum. Beberapa ciri khas KSO antara lain:
1. Tidak membentuk badan hukum baru
KSO hanya lahir dari perjanjian kontraktual. Akibatnya, hak dan kewajiban melekat pada masing-masing perusahaan anggota.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya