Topikseru.com – Pada perdagangan Kamis (25/9/2025) rupiah spot ditutup melemah 0,38% berada level Rp 16.749 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sehari sebelumnya yang ada di Rp 16.685 per dolar AS.
Di Asia, rupiah melemah bersama beberapa mata uang lainnya. Pesso Filipina mencatat pelemahan terdalam yakni 1,09%, disusul rupiah yang melemah 0,38%, dolar Taiwan melemah 0,34%, baht Thailand melemah 0,21% dan dolar Singapura melemah 0,02%.
Sedangkan mata uang Asia lainnya menguat terhadap dolar AS sore ini. Won Korea menguat 0,21%, yen Jepang menguat 0,08%, yuan China menguat 0,08%, dolar Hong Kong menguat 0,02%, rupee India menguat 0,02% dan ringgit Malaysia menguat 0,01% terhadap dolar AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu, indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia ada di 97,89, naik dari sehari sebelumnya yang ada di 97,87.
Rupiah Spot Masih Terus Tertekan Berada di Level Rp16.741 Per Dolar AS Siang Ini
Pada perdagangan tengah hari ini. Kamis (25/9/2025) rupiah spot masih terus tertekan berada di level Rp16.741 per dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot.
Ini membuat rupiah melemah 0,34% dibanding penutupan hari sebelumnya yang berada di Rp 16.685 per dolar AS. Ini adalah level terburuk rupiah sejak akhir April 2025.
Hingga pukul 11.50 WIB, pergerakan mata uang di Asia cenderung menguat. Di mana, won Korea Selatan menjadi mata uang dengan penguatn terbesar di Asia setelah melonjak 0,33%.
Selanjutnya ada yen Jepang yang terkerek 0,17% dan yuan China menanjak 0,13%. Disusul, rupee India yang teragkat 0,08%.
Berikutnya, dolar Hongkong dan dolar Singapura yang sama-sama naik 0,04%. Lalu, ringgit Malaysia menguat tipis 0,01%.
Sementara itu, peso Filipina menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia setelah ambles 0,79%.
Kemudian ada dolar Taiwan yang turun 0,26% dan baht Thailand melemah 0,16% terhadap the greenback
Rupiah Spot Melemah 0,29% Berada Rp16.735 Per Dolar AS di Awal Perdagangan Kamis (25/9/2025) Pagi Ini
Pada awal perdagangan hari ini. Kamis (25/9/2025) rupiah spot dibuka di melemah Rp16.735 per dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot.
Ini membuat rupiah melemah 0,29% dibanding penutupan pada hari sebelumnya ke level Rp 16.685 per dolar AS. Ini jadi level terburuk rupiah sejak akhir April 2025.
Hingga pukul 09.00 WIB, mata uang di Asia bervariasi dengan kecenderungan menguat. Di mana, won Korea Selatan menjadi mata uang dengan penguatan terbesar setelah melonjak 0,35%.
Selanjutnya ada yen Jepang yang terkerek 0,11% dan dolar Singapura menanjak 0,06%. Lalu ada yuan China yang naik 0,04%.
Berikutnya, dolar Hongkong menguat tipis 0,006% terhadap the greenback.
Sementara itu, peso Filipina menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam setelah ambles 0,55%. Diikuti, dolar Taiwan yang terkoreksi 0,27%.
Disusul, baht Thailand yang turun 0,09% dan ringgit Malaysia melemah 0,06% di pagi ini.
Ekonom Bank Central Asia: Rupiah akan Bergerak di Kisaran Rp16.500 – Rp16.800 Per Dolar AS Hingga Akhir 2025
Pada perdagangan Rabu (24/9/2025), rupiah di pasar spot berada di level Rp 16.685 per dolar AS. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menunjukkan tren pelemahan.
Sejalan dengan pelemahan tersebut, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun per 24 September 2025 tercatat sebesar 82,17 bps, naik dibandingkan posisi 18 September 2025 yang berada di 70,17 bps.
Data Bank Indonesia (BI) dari transaksi pasar keuangan domestik periode 15–18 September 2025 juga menunjukkan adanya arus keluar dana asing.
Nonresiden mencatat jual neto di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 5,49 triliun dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp 2,79 triliun. Meski demikian, asing masih melakukan beli neto di pasar saham sebesar Rp 0,16 triliun.
Sepanjang tahun 2025 hingga 18 September, nonresiden membukukan jual neto Rp 59,73 triliun di pasar saham dan Rp 119,62 triliun di SRBI, serta beli neto Rp 41,82 triliun di pasar SBN.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, menilai investor asing mulai melakukan reposisi portofolio sejak pertengahan tahun ini.
Hal tersebut dipengaruhi tren penurunan suku bunga di berbagai negara emerging market, termasuk imbal hasil obligasi dan instrumen keuangan lainnya.
Menurut David, hanya Jepang dan Brasil yang justru mengalami tren kenaikan suku bunga.
“Jadi mereka lari ke beberapa negara yang trennya naik atau ekspektasi ke depannya naik. Contohnya tadi Jepang, mereka ekspektasi suku bunga di sana cenderung naik,” ujar David.
Halaman : 1 2 Selanjutnya