Scroll untuk baca artikel
Daerah

Warga Sibolga Terisolir 4 Hari, Jalan Kaki Puluhan Kilometer Cari Bantuan Usai Banjir Bandang

×

Warga Sibolga Terisolir 4 Hari, Jalan Kaki Puluhan Kilometer Cari Bantuan Usai Banjir Bandang

Sebarkan artikel ini
Warga Sibolga terisolir
Ilustrasi - Ruas ruas jalan di Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, masih terendam air dan lumpur, Senin (1/12/2025). Foto: Topikseru.com/Damai Mendrofa

Topikseru.com – Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera Utara, termasuk Kota Sibolga, membuat ribuan warga terisolasi selama berhari-hari tanpa pasokan makanan dan akses komunikasi. Banyak dari mereka terpaksa berjalan kaki puluhan kilometer untuk mencari jalur aman sekaligus mendapatkan bantuan.

Salah satu warga yang berhasil keluar dari wilayah terdampak adalah Safrizal, warga Kota Sibolga. Ia mengaku terjebak selama empat hari tanpa makanan yang cukup sebelum akhirnya memutuskan berjalan kaki demi menyelamatkan diri.

“Saya berjalan kaki satu hari satu malam. Saya ingin mencari keluarga yang belum ditemukan dan sekaligus mencari bantuan logistik, karena selama terisolir kami kekurangan makanan,” ujar Safrizal saat ditemui pada Selasa (2/12/2025).

Baca Juga  Sumut Berduka: Korban Meninggal Dunia Banjir dan Longsor Menjadi 47 Orang, 9 Masih Hilang
Warga Sibolga terisolir
Korban selamat bencana banjir dan longsor membopong bantuan logistik di Tapanuli Selatan setelah berjalan puluhan kilometer. Topikseru.com/Ameq.

Jaringan Komunikasi Putus Total

Safrizal menuturkan, selama berada di Sibolga pasca bencana, seluruh jaringan telekomunikasi terputus. Warga tidak bisa menghubungi keluarga maupun pihak luar untuk meminta pertolongan.

“Banjir dan longsor ada di mana-mana. Akses jalan, internet, dan jaringan seluler semuanya putus,” jelasnya.

Untuk keluar dari wilayah terdampak, Safrizal berjalan menyusuri jalur ekstrem melalui Kabupaten Tapanuli Tengah menuju Tapanuli Selatan.

Bahkan, dia harus melewati aliran sungai deras dengan jembatan darurat dari kayu dan bantuan tali untuk bertahan dari arus.

“Jalannya sangat berbahaya. Kami melintasi sungai yang deras dengan jembatan seadanya,” tambahnya.