Topikseru.com – Bencana banjir besar yang melumpuhkan sejumlah wilayah di Aceh dalam beberapa hari terakhir kembali memunculkan dugaan kerusakan ekologis sebagai pemicu utama. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional menilai banjir ini bukan sekadar akibat hujan ekstrem, melainkan konsekuensi dari rusaknya kawasan hulu yang selama bertahun-tahun dibebani konsesi industri kayu dan pertambangan.
Dalam laporan analisis spasial yang dirilis Rabu (3/12/2025), Jatam mengungkap adanya tumpang tindih izin konsesi, termasuk hutan tanaman industri (HTI) milik perusahaan Presiden Prabowo Subianto, PT Tusam Hutani Lestari (THL), yang dinilai berperan memperparah kerentanan banjir.
97 Ribu Hektare Hutan Masuk Konsesi THL
PT Tusam Hutani Lestari diketahui mengelola sekitar 97.000 hektare hutan yang tersebar di Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, dan Aceh Utara. Kawasan tersebut berada berdampingan dengan puluhan izin pertambangan minerba, konsesi HTI lain, HPH, hingga perkebunan sawit skala besar.
Menurut Jatam, kombinasi konsesi inilah yang menyebabkan hilangnya tutupan hutan pegunungan serta menurunnya kapasitas tanah dalam menahan air hujan.
“Peta ini memperlihatkan akar struktural banjir besar di Aceh. Banyak wilayah hulu telah lama dikapling untuk tambang dan konsesi kayu, termasuk milik Presiden,” tulis Jatam.
Banjir Bawa Lumpur dan Kayu, Ribuan Warga Mengungsi
Banjir kali ini berbeda dengan peristiwa musiman sebelumnya. Selain volume air yang besar, arus deras juga membawa lumpur dan material kayu dalam jumlah masif.
Ribuan rumah terendam, akses jalan putus, fasilitas umum rusak, dan puluhan ribu penduduk terpaksa mencari tempat pengungsian.
Pemerintah daerah menjelaskan banjir dipicu curah hujan tinggi selama beberapa hari. Namun peta overlay yang diolah Jatam menunjukkan bahwa lebih dari 132.000 hektare area hulu sungai sudah dipenuhi izin tambang, belum termasuk area HTI yang membentang hingga dekat permukiman.
Daerah yang terdampak paling parah, yakni Pidie Jaya, Aceh Tengah, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Gayo Lues, hingga Aceh Singkil, kini berstatus siaga darurat.
Kawasan Linge Jadi Sorotan
Salah satu area krusial adalah Linge, Aceh Tengah, wilayah yang lama menjadi perdebatan karena perubahan hutan adat menjadi kebun industri pinus.
Seorang pegiat lingkungan di Aceh Tengah mengatakan:
“Ketika hutan-hutan Linge dibuka dan ditanami industri, fungsi ekologisnya hilang. Dampaknya sekarang dirasakan masyarakat di seluruh Aceh.”
Jatam: Ini Bukan Sekadar Hujan, Tapi Soal Siapa yang Menguasai Hutan
Jatam menekankan bahwa banjir Aceh tidak bisa dianggap sebagai bencana alam murni. Menurut mereka, kepemilikan lahan skala besar oleh korporasi dan elite politik, termasuk konsesi milik presiden, ikut menentukan tingkat risiko banjir bandang.
“Ini bukan hanya soal curah hujan. Ini soal siapa yang menguasai hutan kita,” tegas Jatam.
Organisasi tersebut mendesak pemerintah melakukan audit izin lintas sektor untuk mengurai persoalan tumpang tindih konsesi yang telah berlangsung lebih dari dua dekade.
Belum Ada Tanggapan Pemerintah
Hingga berita ini diturunkan, pemerintah pusat belum memberikan penjelasan mengenai sorotan terhadap konsesi PT Tusam Hutani Lestari.
Sementara itu, tim SAR, relawan, dan pemerintah daerah masih fokus pada proses evakuasi, distribusi bantuan, dan penanganan kebencanaan di berbagai kabupaten terdampak.
ACEH
Peta ini memperlihatkan bahwa banjir besar yang melumpuhkan Aceh terjadi di wilayah yang salah satu konsesi hutannya dimiliki langsung oleh Prabowo Subianto melalui PT Tusam Hutani Lestari, perusahaan HTI yang menguasai sekitar 97 ribu hektare hutan di Aceh Tengah, Bener… pic.twitter.com/MYfmRpDKPg
— JATAM Nasional (@jatamnas) December 2, 2025







