Topikseru.com – Bencana banjir bandang dan longsor yang menerjang sejumlah wilayah Aceh sejak akhir November 2025 masih menyisakan duka mendalam sekaligus perjuangan berat bagi ribuan warga yang terdampak.
Dalam beberapa pekan terakhir, media sosial dipenuhi unggahan mengharukan tentang bagaimana masyarakat berusaha bertahan hidup di tengah rusaknya infrastruktur, sulitnya akses bantuan, serta kondisi psikologis yang kian tertekan.
Di tengah situasi yang serba terbatas, semangat dan ketangguhan warga Aceh kembali diuji, terutama dalam mengakses bantuan sosial yang menjadi kebutuhan mendesak untuk keberlangsungan hidup.
Warga Berjalan Kaki Berjam-Jam Demi Beras dan BBM
Potret perjuangan warga Aceh viral melalui unggahan TikTok @joe_sastra pada 11 Desember 2025. Video tersebut memperlihatkan ratusan warga berjalan kaki melintasi jalur KKA Bener Meriah—Aceh Utara, sebuah kawasan yang kini menjadi jalur longsoran dan sangat berbahaya untuk dilalui.
Warga tampak membawa karung, jerigen, dan wadah lainnya untuk mengangkut beras, BBM, serta kebutuhan pokok lainnya. Tidak satu pun kendaraan roda empat yang mampu melewati rute tersebut. Hanya motor trail dengan pengendara berpengalaman yang bisa menembus lokasi.
“Sebelum terjadi longsor, kendaraan bisa lewat. Sekarang, hanya yang bernyali besar dan bermotor trail yang bisa,” tulis sang pengunggah.
Akibatnya, ribuan warga harus berjalan kaki selama 2–3 jam, menembus jalur licin dan penuh risiko batu runtuh. Banyak dari mereka adalah lansia, perempuan, serta anak-anak yang terpaksa ikut turun karena tidak punya pilihan lain.
Medan Longsor Bikin Distribusi Bantuan Terhambat
Medan longsor yang melanda wilayah Aceh Utara dan Bener Meriah menciptakan tantangan besar dalam proses pendistribusian bantuan bagi warga terdampak banjir bandang dan longsor.
Kerusakan infrastruktur yang begitu luas membuat akses menuju lokasi bencana menjadi sangat terbatas. Berdasarkan laporan terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat sekitar 130 jembatan penghubung yang mengalami kerusakan, sehingga jalur darat nyaris tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
Kondisi ini menimbulkan berbagai dampak serius bagi proses penyaluran bantuan. Alur logistik menjadi tersendat karena kendaraan tak mampu melewati jalur yang tertutup material longsor dan dipenuhi kubangan lumpur.
Petugas gabungan pun menghadapi kesulitan besar untuk mencapai desa-desa yang terisolasi. Banyak titik pengungsian akhirnya terpaksa menunggu lebih lama mendapatkan suplai logistik, termasuk makanan dan kebutuhan dasar lainnya.
Keterbatasan akses membuat sebagian warga memilih turun langsung ke jalan, berjalan kaki melalui jalur bekas longsoran yang licin dan rawan, demi mencari bantuan sosial yang sangat dibutuhkan.
Mereka harus menempuh perjalanan berjam-jam menyusuri medan berat hanya untuk mendapatkan beras, BBM, atau kebutuhan darurat lainnya.
Situasi ini mempertegas betapa krusialnya kondisi infrastruktur dan betapa beratnya perjuangan warga menghadapi dampak bencana ini.
Di lokasi pengungsian, banyak warga yang belum menerima suplai makan harian secara konsisten. Penumpukan pengungsi terjadi karena sebagian besar desa terdampak tidak dapat dijangkau kendaraan.
Sementara itu, upaya penanganan dari pemerintah terhambat oleh kondisi geografis yang belum memungkinkan penggunaan alat berat secara maksimal. Tanah yang masih labil dan curah hujan tinggi membuat operasi pembersihan jalur penuh risiko, termasuk potensi terjadinya longsor susulan.
Hingga kini, pemerintah terus berupaya mencari jalur alternatif dan mempercepat perbaikan akses utama untuk memastikan distribusi bantuan dapat berjalan lebih efektif. Namun, dengan kondisi cuaca yang masih tidak menentu, penanganan bencana ini memerlukan kehati-hatian ekstra dan koordinasi yang kuat antara petugas, relawan, dan masyarakat.












