Topikseru.com, Tapanuli Tengah – Lebih dari seratus anak mengikuti kegiatan di sebuah tenda berukuran 6 x 10 meter yang dikenal sebagai Sekolah Darurat, Selasa (23/12/2025) pagi.
Tenda tersebut berdiri di kawasan Hunian Sementara (Huntara) milik Kementerian Sosial di Desa Hutanabolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Sekolah Darurat itu berada tepat di persimpangan menuju Desa Sipange. Anak-anak yang hadir tidak hanya berasal dari kompleks Huntara, tetapi juga dari sejumlah wilayah terdampak bencana lainnya, seperti Desa Hutanabolon, Desa Sipange, serta desa-desa sekitar.
Sejak pagi, suasana tenda dipenuhi keceriaan. Anak-anak diajak bermain, bernyanyi, menggambar, dan mengikuti berbagai aktivitas edukatif yang dirancang untuk memulihkan kondisi psikologis mereka pascabencana.

Trauma Healing untuk Anak Terdampak Bencana
Sedikitnya enam orang tim dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) mendampingi kegiatan tersebut.
Manajer Program Tapanuli YEL, Friska Hutasoit, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program trauma healing bagi anak-anak terdampak bencana.
“Kegiatan ini bertujuan membantu anak-anak mengekspresikan perasaan dan emosi yang mereka alami, mengurangi rasa trauma, serta menghadirkan kembali rasa aman, nyaman, dan gembira,” ujar Friska.
Menurut dia, pendekatan yang digunakan dibuat menyenangkan dan edukatif agar anak-anak dapat pulih secara psikologis tanpa tekanan.
Komitmen Pendampingan Berkelanjutan
Friska menambahkan, trauma healing di Sekolah Darurat ini bukan kali pertama dilakukan. Program tersebut merupakan bagian dari rangkaian pendampingan psikososial yang telah berjalan sejak awal bencana terjadi.
“Kegiatan serupa akan terus kami lakukan ke depan. Ini adalah bentuk komitmen kami untuk mendampingi proses pemulihan anak-anak agar mereka dapat kembali beraktivitas dan berkembang secara optimal,” katanya.
Anak-anak Merasa Terbantu
Salah satu peserta, Meiman Zendrato (12), mengaku senang bisa mengikuti kegiatan di Sekolah Darurat tersebut. Anak bungsu dari lima bersaudara itu berasal dari Desa Sipange, wilayah yang terdampak langsung bencana longsor.
“Rumah hancur, om. Bapak sama mamak lagi di rumah bersih-bersih,” ujar Meiman polos.
Dia mengatakan, mengikuti kegiatan di Sekolah Darurat membuatnya bisa melupakan sejenak kondisi rumahnya yang rusak.
“Senang, ada nyanyi, main. Pokoknya senanglah. Bisa lupa sama rumah yang rusak,” ucapnya.












