Sosok

Prajurit TNI Ini Selamatkan Warga dari Longsor, Namun Kehilangan Istri Saat Tetap Bertugas

×

Prajurit TNI Ini Selamatkan Warga dari Longsor, Namun Kehilangan Istri Saat Tetap Bertugas

Sebarkan artikel ini
prajurit TNI longsor Aceh Tamiang
Sersan Satu (Sertu) Hamzah Lubis saat ditemui di depan puing-puing reruntuhan rumahnya yang hancur akibat tanah longsor di Aceh Tamiang, Aceh, pada Senin (22/12/2025).

Topikseru.com – Hujan deras belum menunjukkan tanda-tanda reda ketika Sersan Satu (Sertu) Hamzah Lubis bergegas turun ke lokasi longsor di Aceh Tamiang, 26 November 2025 sore. Di tengah tanah yang masih bergerak dan air yang terus mengalir, prajurit TNI dari Kodim 0117 Aceh Tamiang itu mengevakuasi seorang ibu yang terjebak reruntuhan.

Dengan alat seadanya, yakni dongkrak dan tembilang, Hamzah bekerja tanpa banyak berpikir. Waktu itu sekitar pukul 15.00 WIB. Risiko masih besar, tetapi nyawa warga lebih mendesak untuk diselamatkan.

Sekitar satu setengah jam kemudian, tepat pukul 16.30 WIB, sang ibu berhasil dikeluarkan dari longsoran tanah dalam kondisi selamat.

Namun hari itu, Hamzah belum tahu bahwa takdir sedang menyiapkan kehilangan paling berat dalam hidupnya.

Ketika Jalan Nasional Lumpuh dan Markas Terisolasi

Bencana longsor tak hanya menghantam rumah warga. Sejumlah ruas jalan nasional penghubung Langkat, Sumatera Utara, dengan Aceh Tamiang lumpuh total. Tanah menutup badan jalan, air perlahan naik, dan akses keluar-masuk terputus.

Markas Kodim Aceh Tamiang yang berada di dataran tinggi ikut terisolasi. Hamzah, yang baru saja menyelesaikan tugas piket, sempat pulang ke rumah dinasnya di belakang markas. Di sana, istrinya, Lelawani (39), dan dua anak mereka menunggu: Fersie Bintang Aura Lubis (16) dan Amanda Aqila Lubis (11).

Meski piket telah usai, Hamzah tak tega meninggalkan situasi darurat. Banyak warga masih terjebak. Ia meminta izin kembali bertugas.

“Istri sempat bilang, ‘Abang kan baru turun piket, jadi tidak balik lagi nanti,'”tutur Hamzah, menirukan ucapan terakhir sang istri.

Pukul 20.10 WIB, ia meninggalkan rumah. Keputusan yang tak pernah ia bayangkan akan menjadi perpisahan.

Baca Juga  Kemhan: TNI Siapkan Langkah Awal untuk Rencana Pengiriman Pasukan Perdamaian ke Gaza

Longsor Datang Saat Malam

Sekitar pukul 21.30 WIB, suara gemuruh terdengar dari belakang markas. Hamzah langsung teringat rumahnya. Bersama prajurit lain, ia berlari sejauh sekitar 100 meter dari pos penjagaan.

Saat tiba, rumahnya telah hancur. Beton dan tanah longsor menimpa bangunan. Di balik puing, Hamzah melihat istrinya dalam keadan terjepit, tak berdaya.

“Posisi istri kelihatan, tapi dia terjepit, tidak bisa ditolong,” kata Hamzah dengan suara bergetar. Tak ada alat berat. Tak ada yang bisa dilakukan selain membacakan doa di telinga sang istri, hingga Lelawani mengembuskan napas terakhir.

Di tengah duka itu, suara lirih anak sulungnya, Bintang, terdengar meminta tolong.

Dengan tangan kosong, Hamzah dan prajurit lain mengangkat beton sekuat tenaga. Sedikit demi sedikit, Bintang berhasil dikeluarkan. Ia selamat, meski tubuhnya luka akibat besi dan bongkahan beton.

Anak kedua, Amanda, juga selamat. Benturan beton justru membuat dinding rumah terlempar ke luar, menyelamatkannya dari impitan. Ia hanya mengalami luka lecet tanpa patah tulang.

Jasad Lelawani baru bisa dievakuasi keesokan harinya setelah alat berat tiba di lokasi.

Tetap Bertugas di Tengah Duka

Komandan Hamzah meminta ia beristirahat. Namun kesedihan tak membuatnya berhenti.

Tiga hari setelah tragedi itu, Hamzah kembali meminta ditugaskan, yakni membantu evakuasi korban dan mengawal distribusi bantuan.

“Saya punya tanggung jawab,” ucapnya pelan. “Walaupun tanggung jawab itu tidak diberikan sepenuhnya sama pimpinan.”

Di tengah bencana, Hamzah kehilangan separuh hidupnya. Namun ia tetap berdiri, mengenakan seragam, menjalankan tugas, karena bagi sebagian orang, pengabdian tidak berhenti bahkan ketika hati hancur.