TOPIKSERU.COM, – Memperingati enam tahun gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi Kota Palu pada September 2018 silam, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaksanakan Palu Communication Transmission Exercise 2024, di Santika Hotel, Kota Palu, Rabu (25/9).
Simulasi ini, sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami yang dapat terjadi kapan saja.
Dilansir dari laman bmkg.go.id, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan kegiatan Simulasi Gempa Bumi dan Tsunami, Latihan Uji Komunikasi Kota Palu Tahun 2024 memiliki tujuan untuk memperkuat kapasitas BMKG dalam memberikan peringatan dini gempa bumi dan tsunami yang tepat waktu dan akurat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sehingga pemahaman dan kemampuan kita untuk bertindak cepat dalam situasi darurat sangatlah krusial. Kita berupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi situasi bencana,” kata Daryono.
Sebagaimana diketahui, enam tahun lalu–tepatnya pada 28 September 2018, Kota Palu diguncang gempa bumi berkekuatan M7,5 dan menjadi perhatian masyarakat luas. Musababnya gempa memicu bahaya ikutan (collateral hazard) yaitu tsunami, likuifaksi, longsor, dan runtuhan batu.
Fenomena alam ini sangat unik dan mendapatkan perhatian para ahli karena gempa dengan mekanisme geser dan berpusat di darat mampu memicu tsunami. Di mana gempa tersebut merupakan supershear earthquake dengan kecepatan rupture lebih tinggi dari kecepatan gel. Supershear menyebabkan ground motion lebih besar.
Gelombang Tsunami Palu Terjadi Hanya Berapa Menit Setelah Gempa
Secara historis, Daryono menjelaskan, saat itu waktu tiba gelombang tsunami di Palu adalah 2-3 menit setelah gempa bumi terjadi. Namun, akibat keterbatasan teknis sistem InaTEWS dalam mengeluarkan peringatan dini PDT-3 sebelum PDT-1 dan PDT-2 adalah lima menit sehingga terjadi keterlambatan informasi.
“Belajar dari kejadian di Palu yang diakibatkan oleh longsor bawah laut yang disebabkan oleh gempa bumi di mana tsunami tiba dalam 2 hingga 3 menit tidak cukup hanya mengandalkan pemantauan seismik yang canggih. Masyarakat di daerah berisiko tsunami harus diberikan edukasi yang baik,” ujarnya.
Sehingga, sangat penting bagi instansi terkait Pengurangan Risiko Bencana (PRB) untuk menentukan tindakan transmisi komunikasi yang tepat setelah gempa terjadi sebelum adanya informasi peringatan dini dari BMKG.
Pun, ketika BMKG telah mengeluarkan informasi gempa di atas M5,0 dengan kedalaman dangkal, pemerintah daerah dan masyarakat dapat bersiaga dan mulai menjauhi laut untuk evakuasi.
Penulis : Damai Mendrofa
Editor : Muklis
Sumber Berita : https://www.bmkg.go.id/
Halaman : 1 2 Selanjutnya