TOPIKSERU.COM, TAPTENG – Terletak di pesisir pantai barat, tepatnya di Kampung Bahari Nusantara, Desa Jago-jago, Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah. Di sini, Museum Fansuri berdiri megah.
Sultanate Institute, lembaga penelitian dalam naungan PT Media Literasi Nesia milik Abu Bakar Said, mendirikan Museum tersebut.
Saat dikunjungi Topikseru.com, belum lama ini, seorang penjaga museum, Abbas Tanjung (47) menyebut museum tersebut diresmikan 23 Mei 2023. Kala itu Elfin Elyas Nainggolan masih menjabat sebagai Pj Bupati Tapanuli Tengah.
“Dan baru beroperasi pada bulan sepuluh (Oktober-red) tahun yang sama,” ucap Abbas.
Ia menjelaskan, barang-barang peninggalan sejarah ini berasal dari kawasan yang tidak jauh dari museum: bernama Bongal.
“Barang yang dipajang ini kebanyakan kita beli dari masyarakat yang melakukan penggalian di Situs Bongal,” ujarnya.
Pengunjung Museum Terbilang Ramai
Tampak dalam museum, sejumlah barang peninggalan sejarah yang berumur ratusan tahun. Di antaranya pecahan keramik, kaca, alat-alat kesehatan, kemudi kapal dan masih banyak lainnya. Jumlahnya ratusan jenis.
Abbas, pria berkulit hitam manis ini menceritakan, jumlah kunjungan rata-rata 40 sampai 50 orang perhari. Pengunjung tidak dikutip tiket masuk, cuma kerelaan aja.
“Yang datang kemari kebanyakan anak sekolah dan mahasiswa, memang tujuan berdirinya museum ini sebenarnya untuk edukasi,” ucap Abbas.
Pentingnya Kolaborasi Lintas Pihak Memajukan Museum
Terpisah, Kepala Desa Jago-jago, Laila Fitri Purba mengaku keberadaan museum Fansuri agaknya membutuhkan kolaborasi bersama.
Kendati saat ini, belum ada kerjasama yang terjalin antara Desa dan pengelola museum.
“Untuk kerjasama tidak ada karena museum itu berdiri dengan pembiayaan pribadi dan di tanah milik pribadi Abu Bakar Said,” ucap Kades.
Ia mengaku, pihaknya berharap besar pada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Pemerintah Pusat, agar kawasan Bongal diambil alih untuk kepentingan penelitian.
“Nilai sejarahnya tinggi, dan peradabannya menurut cerita para peneliti yang pernah melakukan ekspansi, lebih tua dari Barus, namun masih perlu pembuktian,” terang Fitri.
Ia juga menginginkan agar museum Fansuri, mampu memberi pendapatan buat Desanya.
“Kunjungan kemari banyak tapi kita tidak dapat apa-apa, sebab belum ada kerjasama dengan Dinas Pariwisata Tapteng,” imbuhnya.
Penggalian Barang Peninggalan Sejarah Masih Terjadi
Fitri menuturkan, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa soal penggalian dan pengambilan barang-barang peninggalan sejarah yang ada di Situs Bongal.
“Bagaimana bisa kita larang, mereka menggali di tanah milik mereka sendiri,” ungkapnya.
Meski, Fitri mengaku sudah sering memberi sosialisasi. Bahkan bersama Polsek, Babinsa dan aparat desa lainnya, agar masyarakat jangan lagi melakukan penggalian.
“Mereka melakukannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan di tanah mereka sendiri,” kata Fitri.












