Masyarakat lebih antusias dan memahami perkembangan dinamika politik para calon bupati/wali kota mereka daripada isu-isu politik mengenai calon gubernur Sumatera Utara. Mereka beranggapan pemilihan bupati atau wali kota lebih berdampak pada kehidupan mereka daripada pemilihan gubernur.
Penulis: Fuad Ginting S.Sos.,M.IP.
Wakil Direktur Pusat Kajian Pemilu dan Partai Politik (PUSKAPP FISIP USU)
SPLIT CHOICE (pilihan yang terbelah/ terpisah) yang dimaksud adalah ketidaksesuaian antara pilihan pada calon kepala daerah tingkat kabupaten/ kota dengan calon kepala daerah tingkat provinsi-antara pilihan calon bupati/ wali kota dengan pilihan gubernur-nya, meski berasal dari kader partai yang sama atau berangkat dari koalisi partai pengusung yang sama.
Melalui observasi langsung kami dan survei lapangan-pada masa sebelum dan sesudah penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU di berbagai daerah- memperlihatkan realitas politik bahwa masyarakat lebih concern pada kontestasi di tingkat lokal (kabupaten/ kota) daripada dinamika politik pilgub sumut.
Masyarakat lebih antusias dan memahami perkembangan dinamika politik para calon bupati/ wali kota mereka daripada isu-isu politik mengenai calon gubernur Sumatera Utara. Mereka beranggapan pemilihan bupati atau wali kota lebih berdampak pada kehidupan mereka daripada pemilihan gubernur.
Salah satu faktor yang mempengaruhi Pilgub Sumut kurang mendapat perhatian masyarakat adalah tokoh yang maju menjadi kandidat adalah nama yang sudah dikenal rekam jejaknya (baik plus dan minusnya) dan kandidat yang ada tersebut tidak memiliki basis dukungan yang ideologis dan emosional yang signifikan di tengah-tengah masyarakat Sumatera Utara.
Calon gubernur Edi Rahmayadi adalah petahana dengan prestasi biasa saja pada periode pertamanya, dan saat ini berpindah haluan ke PDIP sebagai partai pengusung utamanya, yang notabene adalah partai yang dilawannya dan dikalahkannya pada pilgubsu 2018, periode sebelumnya. Rekam jejak ini menjadikan dukungan pemilih yang dulu diterima Edy Rahmayadi pada 2018 belum tentu akan memilihnya lagi, pun demikian Edy juga sulit mendapatkan ceruk pemilih baru dengan kendaraan politik yang dipakainya saat ini.
Sementara calon gubernur lainnya adalah Bobby Nasution, popularitasnya di masyarakat Sumatera Utara berimbang dengan Edy Rahmayadi, statusnya sebagai menantu (mantan) presiden Jokowi signifikan dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya pada pilkada kota Medan tahun 2020 yang lalu.
Namun prestasi kepemimpinannya sebagai Wali Kota Medan tidaklah cemerlang dan dapat dibanggakan, banyak kritik terhadap proyek-proyek pembangunan yang dilakukan Bobby di kota Medan yang dianggap mubazir dan asal jadi.
Rekam jejak kinerja itu kemudian ditambahi lagi dengan beban politik bahwa ia meninggalkan PDIP -partai yang menampungnya dulu saat maju menjadi Wali kota Medan- dan sekarang melompat menjadi kader partai Gerindra. Dengan kata lain Bobby Nasution tidak lepas dari dinamika politik yang terjadi di pusat.






