Namun secara struktur jangka panjang, pasar masih menunjukkan prospek positif. Fyqieh mengungkapkan bahwa pola golden cross antara EMA 50 dan EMA 200 hari masih terjaga.
Jika menjelang pertemuan FOMC berikutnya pada Juli The Fed memberikan sinyal yang cenderung dovish, maka harga Bitcoin berpotensi menguat kembali hingga menyentuh level US$ 110.000.
Meskipun sering dikategorikan sebagai aset berisiko, rekam jejak Bitcoin dalam menghadapi situasi geopolitik menunjukkan ketahanan.
Selama satu dekade terakhir, Bitcoin tidak menunjukkan penurunan signifikan dalam jangka panjang meskipun dunia dilanda sejumlah konflik besar. Ini termasuk perang Rusia-Ukraina pada 2022, konflik Israel-Gaza sejak 2023, hingga ketegangan terbaru antara Israel dan Iran pada 2025.
Sebagai contoh, setelah serangan rudal Israel ke Iran pada 13 Juni lalu, harga Bitcoin sempat terkoreksi namun berhasil pulih hanya dalam beberapa hari.
Bahkan, pada 16 Juni, perusahaan MicroStrategy milik Michael Saylor mengumumkan pembelian 10.001 unit Bitcoin senilai US$ 1 miliar, menunjukkan keyakinan institusional terhadap prospek jangka panjang aset ini.
“Konflik geopolitik meningkatkan ekspektasi inflasi global melalui lonjakan belanja fiskal, gangguan rantai pasok, dan kenaikan harga komoditas. Dalam jangka panjang, faktor-faktor ini cenderung menguntungkan Bitcoin,” ujar Fyqieh.
Meski begitu, Fyqieh juga mengingatkan bahwa Bitcoin tetap sensitif terhadap reaksi awal pasar terhadap konflik bersenjata. Tekanan jual dapat terjadi segera setelah konflik meletus, sebelum pasar kembali stabil.












