Meski begitu, ia mengingatkan harga Bitcoin tetap bisa dipengaruhi oleh sentimen pasar yang muncul akibat kebijakan moneter global atau ketegangan geopolitik.
“Namun, berbeda dengan mata uang fiat yang peredarannya bisa ditambah sesuai keputusan bank sentral, suplai Bitcoin bersifat tetap, sehingga memberi nilai protektif terhadap inflasi jangka panjang,” katanya.
Menurut dia, kondisi saat ini memperlihatkan realita bahwa instrumen-instrumen tradisional seperti emas bisa tertekan oleh kebijakan suku bunga, sementara Bitcoin justru mampu menunjukkan ketahanan dalam tekanan yang sama.
“Ada realokasi kepercayaan. Aset digital seperti Bitcoin memberi akses ke dunia tanpa batas, dengan efisiensi dan transparansi yang belum pernah ada sebelumnya,” katanya.
Di Indonesia, tambahnya, tren yang sama mulai tampak jelas, investor muda semakin sadar akan peran Bitcoin dalam diversifikasi portofolio jangka panjang, ada peningkatan minat untuk berinvestasi dengan pendekatan terencana, bukan spekulatif.
Meski begitu, Antony menekankan bahwa Bitcoin dan emas bukanlah pesaing mutlak, keduanya bisa memiliki fungsi pelindung nilai dengan cara berbeda.
Emas punya warisan ribuan tahun, sedangkan Bitcoin menawarkan nilai strategis dalam ekonomi digital masa depan. Keduanya relevan, tergantung konteks dan kebutuhan investor,” katanya.
Disclaimer:
Konten baik berupa data dan/atau informasi yang tersedia pada Topikseru.com hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan referensi, BUKAN saran atau nasihat untuk berinvestasi dan trading. Apa yang disebutkan dalam artikel ini bukan merupakan segala jenis dari hasutan, rekomendasi, penawaran, atau dukungan untuk membeli dan menjual aset kripto apapun.












