Inflasi dan Daya Beli Anjlok, Kredit Terganggu
Inflasi tinggi sepanjang 2025 menekan harga kebutuhan pokok, energi, dan logistik, menyebabkan daya beli masyarakat menurun drastis.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi nasional mencapai 4,2% pada kuartal kedua 2025, dengan lonjakan signifikan di sektor pangan dan transportasi.
Sementara itu, pendapatan masyarakat tidak mengalami kenaikan yang sepadan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kondisi ini berdampak besar pada sektor UMKM dan distribusi barang pokok, yang mengalami penurunan omzet tajam dan penyusutan margin keuntungan hingga lebih dari 50%.
Cashflow terganggu, cicilan tertunda, dan pinjaman mulai diklasifikasikan sebagai kredit bermasalah oleh perbankan.
Kriminalisasi Debitur dan Kegagalan Regulasi
Kasus Hamidi memperlihatkan bagaimana kegagalan membayar kredit karena tekanan ekonomi justru berujung pada kriminalisasi.
Seluruh proses kreditnya telah memenuhi SOP perbankan dan tidak mengandung unsur fraud, namun ia tetap ditetapkan sebagai tersangka.
Pakar hukum Sobirin, SH, seperti dikutip dari Pikiran Rakyat, menilai tindakan OJK tersebut sebagai bentuk over enforcement, yakni penerapan hukum pidana secara berlebihan pada kasus yang lebih layak diselesaikan secara perdata atau administratif.
“Hukum pidana adalah ultimum remedium, bukan sarana utama dalam penyelesaian kredit macet yang hakikatnya merupakan sengketa perdata,” ujar Sobirin.
Tidak ditemukan adanya penipuan, pemalsuan dokumen, ataupun korupsi dalam kasus Hamidi.
Proses kredit bahkan sudah melalui prosedur dan SOP bank. Namun menurut Pasal 184 KUHAP, status tersangka harus didasarkan pada dua alat bukti sah dan adanya niat jahat (mens rea).
Sobirin memperingatkan, tindakan OJK dapat menjadi preseden buruk bagi dunia usaha karena pelaku beritikad baik tetap dikriminalisasi.
Hal ini menimbulkan ketakutan di kalangan pengusaha dan melemahkan kepercayaan terhadap sistem hukum dan keuangan.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya