“Kalau di Soekarno-Hatta ada SAF, maka di Surabaya juga harus ada. Semua bandara mestinya menyediakan, kecuali kalau memang masih uji coba,” katanya.
Isu Harga Jadi Tantangan
Selain distribusi, persoalan harga SAF juga krusial. Abadi berharap harga bioavtur tidak melambung jauh di atas avtur biasa.
“Kalau selisih terlalu besar, maskapai tentu keberatan. Padahal, agar energi alternatif ini berkelanjutan, harga harus kompetitif,” tegasnya.
Bioavtur Minyak Jelantah Kebanggaan Anak Bangsa
Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Adityawarman, menyebut pengiriman perdana SAF ini sebagai kebanggaan nasional.
“Ini adalah langkah besar dalam mendukung kemandirian energi dan keberlanjutan lingkungan. Produk ini hasil karya anak bangsa dari Green Refinery Cilacap,” katanya, Selasa (12/8).
Peluncuran SAF berbahan minyak jelantah menjadi bukti bahwa Indonesia mampu memanfaatkan limbah rumah tangga menjadi bahan bakar kelas dunia.
Menuju Kedaulatan Energi atau Sekadar Seremoni?
Meski disebut sebagai “kado kemerdekaan”, sejumlah pengamat menilai keberhasilan SAF tidak hanya ditentukan oleh uji terbang atau pengiriman perdana.
Kuncinya terletak pada keberlanjutan produksi, pemerataan distribusi, serta keterjangkauan harga. Tanpa itu, SAF berpotensi hanya menjadi proyek simbolis yang tak berdampak luas bagi ketahanan energi.












