UBS, bank investasi asal Swiss, mencatat beberapa family office Tionghoa di luar negeri menjadi pendorong pergeseran ini, dengan alokasi kripto sekitar 5%.
Bank tersebut mengatakan generasi kedua dan ketiga dari family office mulai belajar dan ikut terlibat dalam aset digital. Bursa kripto di kawasan ini juga melaporkan peningkatan aktivitas.
HashKey Exchange di Hong Kong mengatakan jumlah pengguna terdaftar mereka naik 85% secara tahunan hingga Agustus 2025, sementara data CryptoQuant menunjukkan volume perdagangan di tiga bursa utama Korea Selatan meningkat 17% sepanjang tahun ini, dengan rata-rata volume harian melonjak lebih dari 20%.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hingga kini, ledakan kripto di Asia sebagian besar digerakkan dari bawah. Data Chainalysis menunjukkan kawasan Asia Tengah, Asia Selatan, dan Oseania (CSAO) mencatat arus masuk lebih dari USD 750 miliar antara pertengahan 2023 hingga pertengahan 2024, sekitar 16,6% dari volume global.
Arus masuk ini terutama dipicu oleh pengguna ritel yang melakukan transaksi di bawah USD 10.000 untuk perdagangan, remitansi, dan keuangan terdesentralisasi (DeFi).
Dalam Global Crypto Adoption Index 2024 dari Chainalysis, India menempati peringkat pertama dunia, dengan investor ritel mendorong aktivitas di bursa terpusat.
Indonesia berada di peringkat ketiga, didorong oleh partisipasi DeFi dari akar rumput dan sektor Web3 yang tumbuh pesat. Vietnam menduduki peringkat kelima, dengan adopsi yang tersebar di platform terpusat maupun DeFi. Filipina berada di posisi kedelapan, di mana kripto banyak digunakan untuk remitansi dan game play-to-earn.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Redaksi tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.