Kedua, mata uang dolar AS yang stabil. Sehingga, menghasilkan tren penguatan rupiah dari sekitar Rp 16.900 per dolar AS di bulan Maret menjadi sekarang di kisaran level Rp 16.300 per dolar AS.
”Pergerakan mata uang yang lebih stabil akan memberikan dampak positif terhadap mayoritas kinerja keuangan perusahaan di Indonesia,” ungkapnya.
Ketiga, sentimen yang membaik mengenai Danantara dari sudut pandang investor asing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Danantara bisa menjadi katalis positif dalam jangka panjang untuk Indonesia, dari segi pertumbuhan ekonomi dan investasi,” paparnya.
Proyeksi Akhir 2025
Liza menegaskan, sebagian penguatan indeks hari ini didorong oleh saham-saham berkapitalisasi besar yang valuasinya sudah relatif tinggi.
“Euforia di level 8.000 hari ini lebih mencerminkan aksi window dressing sentimen positif dan kepercayaan yang sementara berhasil terjaga, dibandingkan sebuah tren baru yang sepenuhnya solid,” katanya.
Ke depan, hal yang paling penting ke kinerja IHSG adalah menjaga aliran dana asing agar tidak kembali keluar. Ini mengingat sejak awal tahun 2025, investor asing masih mencatat net sell hampir Rp50 triliun di all market YTD.
“Artinya, level 8.000 ini perlu dijaga bukan hanya sebagai pencapaian psikologis, tetapi juga sebagai sinyal bahwa Indonesia tetap kredibel sebagai destinasi investasi jangka menengah panjang,” ungkapnya.
Liza pun memproyeksikan IHSG secara moderat akan ada di level 7.800 pada akhir tahun 2025. Sementara, skenario terbaiknya IHSG bisa sentuh 8.000 di akhir tahun.
Daniel melihat, IHSG bisa ada di kisaran level 7.800-8.200 pada akhir tahun 2025.
Hingga akhir tahun, sektor yang menarik untuk dicermati sektor energi baru terbarukan (EBT), seperti TOBA, PGEO dan BREN.
“Ini mengingat dalam jangka pendek ada katalis positif dari terbitnya Patriot Bonds Danantara,” tuturnya.
Daniel pun merekomendasikan beli untuk TOBA, BREN, dan PGEO dengan target harga masing-masing Rp 1.600 per saham, Rp 11.000 per saham, dan Rp 1.800 per saham.
Halaman : 1 2