“Bitcoin memasuki pekan ketiga (September) dengan volatilitas, meski ada lonjakan intraday terkait rilis CPI Amerika Serikat (AS),” tuturnya.
Namun ke depan, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed bulan ini, menurut Fyqieh, dapat menetralkan dampak musiman.
Dus, dalam jangka pendek, data makro AS seperti CPI dan data tenaga kerja masih menjadi sentimen yang memengaruhi pergerakan Bitcoin.
Fyqieh mengatakan, data CPI AS pada 12 September lalu yang sesuai ekspektasi, membuat pasar mempertimbangkan potensi pemangkasan suku bunga pada pertemuan The Fed bulan ini. “Sehingga, hal ini dapat memicu reli teknis dan likuiditas sementara,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Fyqieh menilai, arus masuk-keluar ETF serta pergerakan whale, baik akumulasi maupun realisasi keuntungan, ikut memengaruhi likuiditas pasar spot.
Adapun whale merupakan sebutan untuk investor besar yang menguasai banyak Bitcoin, sehingga setiap aksi beli atau jual mereka berpotensi menggerakkan pasar.
Sementara itu, dalam jangka panjang, sentimen terhadap Bitcoin akan banyak ditopang oleh faktor adopsi institusional, misalnya melalui ETF maupun alokasi aset oleh korporasi.
“Perkembangan regulasi, baik dari Amerika Serikat maupun secara global, serta dinamika fundamental supply dan demand juga akan berperan besar,” jelas Fyqieh.
Secara umum, ia menambahkan, kinerja Bitcoin ditentukan oleh kombinasi faktor makro, struktural, dan sentimen ritel. Faktor makro meliputi suku bunga riil, sedangkan faktor struktural mencakup peran ETF dan likuiditas dari institusi.
“Kombinasi faktor-faktor ini akan menentukan apakah momentum bullish dapat berlanjut, atau sekadar menjadi reli sementara,” katanya.
Lebih lanjut, Fyqieh memperkirakan hingga akhir September Bitcoin akan bergerak di kisaran US$ 120.000–US$ 130.000. Adapun hingga akhir tahun, ia memproyeksikan harga Bitcoin berpotensi menuju rentang US$ 150.000–US$ 180.000.












