“Dengan kondisi ini, kami melihat tidak ada alasan signifikan bagi harga emas untuk terkoreksi dalam waktu dekat. Bahkan emas berpotensi menantang level US$ 5.000 per ounce tahun ini,” kata Piggott.
Situasi politik di AS ikut memperkuat sentimen pasar. Penutupan pemerintahan (government shutdown) yang memasuki hari kedelapan telah menunda rilis data ekonomi penting, sehingga pelaku pasar mengandalkan sumber non-pemerintah untuk memperkirakan arah kebijakan The Fed.
Saat ini, pasar menilai ada kemungkinan besar pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada pertemuan mendatang, dengan peluang serupa di bulan Desember.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Risalah pertemuan The Fed pada 16-17 September menunjukkan para pejabat mulai khawatir terhadap risiko pelemahan pasar tenaga kerja, meski tetap waspada terhadap inflasi yang masih tinggi.
Sementara itu, krisis global seperti konflik di Timur Tengah, perang Ukraina, hingga gejolak politik di Prancis dan Jepang ikut memicu pelarian dana ke emas.
Data World Gold Council mencatat arus masuk dana ke ETF emas global telah mencapai US$ 64 miliar sepanjang tahun ini, dengan rekor bulanan sebesar US$17,3 miliar pada September. Fenomena “fear of missing out” juga disebut mendorong investor memburu emas.
Secara teknikal, posisi Relative Strength Index (RSI) emas kini berada di level 87, menandakan kondisi overbought.
Di sisi lain, HSBC menaikkan proyeksi harga rata-rata perak 2025 menjadi US$ 38,56 per ounce dan 2026 ke level US$44,50 per ounce, dengan mempertimbangkan tingginya harga emas, kuatnya permintaan investor, dan potensi volatilitas pasar.
Kenaikan harga emas dan perak juga menular ke logam mulia lain. Harga platinum naik 3% ke US$1.666,47 per ounce, level tertinggi sejak Februari 2013. Sedangkan palladium melonjak 8,4% ke US$1.449,69, menembus level tertinggi dalam lebih dari dua tahun terakhir.
Halaman : 1 2