Maka, Alwy menilai naiknya Takaichi dinilai memperbesar keraguan pasar terkait kebijakan suku bunga acuan Bank of Japan (BoJ) di sisa tahun. “Dengan terpilihnya Takaichi, harapan BoJ akan menaikkan suku bunga pun sirna,” tuturnya.
Bagaimanapun, menurut Alwy, penguatan dolar AS masih tak begitu signifikan ke depan. Apalagi, mengingat government shutdown yang merugikan perekonomian negara.
Belum lagi, setelah pemerintahan AS kembali dibuka, RUU pendanaan akan disetujui agar lembaga pemerintah bisa beroperasi lagi. Artinya, akan ada penambahan biaya atau penambahan anggaran
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berangkat dari sana, isu debt ceiling atau batas utang AS dapat muncul di akhir tahun.
“Maka, setelah shutdown dibuka, nanti ke depannya masih ada ancaman lagi,” ujar Alwy.
Sementara itu, Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi mencermati, Presiden AS Donald Trump baru saja memberikan ancaman tarif impor tambahan sebesar 100% kepada Tiongkok.
“Hal ini atas perlindungan terhadap Tiongkok yang memperketat ekspor tanah jarang,” ujarnya.
Ibrahim menilai, hal ini akan berdampak luar biasa terhadap dinamika tarif. Apalagi, pada 1 Oktober lalu, Trump telah menerapkan bea impor dan akan kembali menerapkan pada 14 Oktober dan 1 November 2025 mendatang.
“Artinya perang dagang akan terus memanas dan inflasi jadi tak jelas,” imbuh Ibrahim.
Ibrahim memprediksi indeks dolar AS dapat berada di posisi 101,70 pada akhir tahun.
Sementara Alwy menilai rebound dolar AS hanya sementara. Hingga akhir tahun, Alwy memprediksi indeks dolar AS akan berada di area support 96,38 dengan resistance di level 100.
Halaman : 1 2