Sutopo menambahkan, pergerakan imbal hasil obligasi Treasury AS, khususnya yield 10-tahun, perlu dipantau. Kenaikan yield ini akan meningkatkan daya tarik dolar dan menekan rupiah.
Di sisi domestik, intervensi dan komunikasi dari Bank Indonesia (BI) serta aliran dana asing ke pasar obligasi dan saham domestik akan menjadi penentu penting yang dapat memberikan bantalan atau tekanan tambahan bagi nilai tukar rupiah.
Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong mengatakan, rupiah pada Kamis (30/10/2025) melemah karena tertekan oleh penguatan dolar AS.
Ini menyusul sikap hawkish the Fed pada FOMC semalam. Di sisi lain rupiah masih terus tertekan oleh prospek pemangkasan suku bunga BI dan kebijakan longgar pemerintah.
Selain itu, walau pertemuan Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump dikabarkan menghasilkan sesuatu yang konkrit dan positif, namun detail masih belum tersedia. Investor masih cenderung wait and see untuk detail dari kesepakatan China-AS.
“Rupiah diperkirakan masih berpotensi melemah, namun BI diperkirakan akan terus aktif mengintervensi,” ucap Lukman.
Sutopo memproyeksikan rupiah pada Jumat (31/10/2025) bergerak di rentang Rp 16.636 – Rp 16.650 per dolar AS. Lukman memperkirakan rupiah bergerak di rentang Rp 16.600 – Rp 16.700 per dolar AS.












