Menurutnya, ada empat sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan IHSG di November 2025.
Pertama, aksi ambil untung setelah kenaikan di Oktober. Kedua, periode wait and see menjelang window dressing, di mana sejumlah manajer investasi global akan melakukan rebalancing portofolio atau tax loss harvesting.
Ketiga, hasil kinerja keuangan kuartal III 2025 yang sudah priced-in sehingga tidak lagi menjadi pendorong signifikan. Keempat, adanya distribusi dividen interim dari beberapa emiten.
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, justru menilai IHSG masih berpotensi mencatat kinerja positif di November, melanjutkan tren penguatan pada September dan Oktober lalu.
“Modal asing masuk sudah cukup baik, terutama ke saham-saham berfundamental kuat dan blue chip,” ujarnya.
Di tengah dinamika pasar, Harry Su menyebut sektor yang berpeluang menarik pada November adalah perbankan besar, telekomunikasi, energi, barang kebutuhan pokok, dan komoditas emas.
Ia merekomendasikan saham BBCA, TLKM, ICBP, dan AMRT.
Rully menambahkan rekomendasi pada saham ANTM, ISAT, EXCL, JPFA, MYOR, dan BBCA. Sementara itu, Audi merekomendasikan beli BMRI, BBRI, dan BBCA dengan target harga masing-masing Rp 5.300, Rp 4.250, dan Rp 9.000 per saham.
Ia juga menyarankan trading pada saham TLKM, ASII, dan BSDE dengan target harga Rp 3.450, Rp 6.800, dan Rp 1.080 per saham.












