Sementara itu, Analis Komoditas dan Founder Traderindo.com Wahyu Laksono menilai, pelemahan harga emas usai mencetak rekor tertinggi di US$ 4.381 hanya merupakan koreksi jangka pendek.
“Setiap kenaikan pasti ada masa koreksinya. Rebound yang terjadi saat ini wajar, karena tren jangka panjang emas masih bullish,” ujarnya.
Wahyu menjelaskan, penguatan harga emas ditopang oleh kombinasi faktor fundamental seperti ketegangan geopolitik global, pelemahan dolar AS, dan meningkatnya permintaan dari bank sentral.
Selain itu, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed serta stimulus moneter di Eropa dan China turut menjadi pendorong utama.
Ia memperkirakan harga emas berpotensi menguji US$ 4.400–4.600 dan bahkan menembus US$ 5.000 per ons troi pada akhir tahun.
Dari sisi domestik, Pengamat Ekonomi dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menilai tren kenaikan harga emas global masih akan berlanjut hingga akhir tahun.
“Saat ini harga emas dunia berada di sekitar US$ 4.128 per ons troi, dan kemungkinan bisa menembus US$ 4.225 dalam waktu dekat,” kata Ibrahim.
Menurutnya, harga emas masih berpotensi menguat karena ekspektasi penurunan suku bunga 25 basis poin pada Desember serta tingginya ketidakpastian geopolitik.
Sebagai strategi investasi, Wahyu menyarankan investor memanfaatkan koreksi harga jangka pendek untuk akumulasi bertahap.
“Gunakan strategi dollar-cost averaging (DCA) agar risiko volatilitas lebih terkendali di tengah tren kenaikan jangka panjang emas,” sarannya.






