Dolar mendapatkan dukungan dari meningkatnya keraguan pasar terhadap rencana Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga lebih lanjut.
“Pelaku pasar juga mencermati pidato sejumlah pejabat The Fed hari ini, seperti John Williams, Anna Paulson, Christopher Waller, Raphael Bostic, Stephen Miran, dan Susan Collins yang bisa memberi petunjuk arah kebijakan moneter berikutnya,” ujar Ibrahim.
Selain faktor eksternal, tekanan terhadap rupiah juga datang dari dalam negeri.
Ibrahim menyoroti proyeksi pertumbuhan ekonomi Bank Indonesia (BI) sebesar 5,33% pada 2026 yang lebih rendah dari target pemerintah 5,4%. Menurutnya, hal ini menandakan BI masih berhati-hati dalam memberi stimulus moneter meski ruang pelonggaran mulai terbuka.
Dari sisi lain, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,9% pada 2026, menambah tekanan terhadap persepsi prospek ekonomi domestik.
Pada perdagangan Rabu (12/11/2025), rupiah sempat melemah hingga ke level Rp 16.724 per dolar AS, sebelum akhirnya ditutup di Rp 16.717.
Untuk perdagangan Kamis (13/11/2025), Ibrahim memperkirakan rupiah masih akan bergerak fluktuatif namun cenderung melemah, dengan rentang Rp16.720–Rp16.760 per dolar AS.
Sementara itu, Analis Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan rupiah masih akan tertekan.
“Namun peluang besar BI akan masuk melakukan intervensi,” jelas Lukman.
Ia memperkirakan kisaran pergerakan rupiah berada di Rp16.650–Rp16.750 per dolar AS pada Kamis (13/11/2025).












