Sentimen krusial yang harus dicermati adalah rilis data Produksi Industri Tiongkok untuk Oktober 2025.
Mengingat Tiongkok adalah mitra dagang utama Indonesia, data yang menunjukkan perlambatan di luar ekspektasi dapat memicu kekhawatiran atas permintaan komoditas global.
Meningkatkan sentimen risk-off di pasar regional, dan pada gilirannya akan menekan rupiah karena investor beralih ke aset yang lebih aman, yaitu dolar AS.
Dicermati juga, ekspektasi bahwa data AS ini akan menunjukkan kelemahan ekonomi berpotensi menahan laju penguatan dolar dan memberi ruang penguatan bagi rupiah.
“Namun, jika arus modal asing (capital outflow) dari pasar obligasi dan saham domestik Indonesia berlanjut, hal ini akan tetap menjadi tekanan internal yang membebani nilai tukar,” jelas Sutopo.
Secara teknikal, dengan adanya kombinasi sentimen risk-off global (didukung oleh penguatan dolar) dan sinyal kebijakan dovish dari BI, rupiah diproyeksikan akan bergerak dengan kecenderungan melemah terbatas.
Dengan berbagai sentimen di atas, Sutopo memproyeksi pergerakan rupiah untuk Jumat (14/11/2025) akan berada di antara Rp 16.700 hingga Rp 16.780 per dolar AS.
Sementara Lukman memproyeksi rupiah pada hari Jumat akan bergerak di rentang Rp 16.650 – Rp 16.800 per dolar AS.












