Menurut Lukman, apabila tidak ada kejutan pada data cadev atau tidak ada kenaikan signifikan, maka rupiah masih akan berkonsolidasi karena investor masih akan menghadapi data ekonomi penting AS, yaitu inflasi PCE (Personal Consumption Expenditures) pada malamnya.
“Namun apabila cadev menurun, rupiah akan kembali tertekan,” jelas Lukman.
Kalau Pengamat Ekonomi, Mata Uang, dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menyebut, rupiah akan dipengaruhi indeks jasa Institute for Supply Management (ISM) yang ekspansi moderat pada bulan November.
Investor kini menunggu sinyal yang lebih pasti dari Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) bulan September yang tertunda, tolok ukur inflasi pilihan The Fed, yang akan dirilis Jumat, untuk mengonfirmasi seberapa agresif kemungkinan penurunan suku bunga.
Yang menambah ketidakpastian adalah laporan media bahwa pemerintahan Trump tiba-tiba membatalkan wawancara dengan beberapa kandidat pengganti Jerome Powell.
Memperkuat spekulasi bahwa Kevin Hassett dapat muncul sebagai ketua The Fed berikutnya.
“Laporan tersebut telah memperkuat ekspektasi akan sikap The Fed yang lebih dovish di bawah kepemimpinan baru,” ujar Ibrahim.
Ibrahim memproyeksikan pergerakan rupiah Jumat (5/12/2025) akan bergerak fluktuatif cenderung melemah di Rp 16.650 – Rp 16.690 per dolar AS.
Sementara Lukman memperkirakan rupiah di kisaran Rp 16.600 – Rp 16.700 per dolar AS.












