Sementara itu, OPEC+ baru saja sepakat untuk menaikkan produksi pada November, meski dengan volume lebih kecil dari perkiraan pasar. Keputusan ini sedikit meredakan kekhawatiran kelebihan pasokan minyak global.
Sehari sebelumnya, harga minyak sempat naik sekitar 1% ke level tertinggi dalam sepekan. Kenaikan itu dipicu pandangan investor bahwa lambannya proses perdamaian di Ukraina akan membuat sanksi terhadap Rusia, eksportir minyak terbesar kedua di dunia, tetap berlangsung lebih lama.
Selain faktor geopolitik, perkembangan di Amerika Serikat juga memberi tekanan pada pasar. Rencana anggaran baik dari Partai Demokrat maupun Republik belum memperoleh dukungan penuh di Senat, sehingga ancaman penutupan pemerintah (government shutdown) masih membayangi.
Kondisi ini berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi dan melemahkan permintaan minyak.
Dari sisi perdagangan, Perdana Menteri India Narendra Modi menyebut telah berbicara langsung dengan Presiden Trump. Keduanya menegaskan akan melanjutkan negosiasi dagang dalam beberapa pekan ke depan.
Hubungan dagang kedua negara tengah memanas setelah AS menggandakan tarif impor barang India menjadi 50% sebagai respon atas keberlanjutan impor minyak Rusia oleh New Delhi.
Di sisi lain, Washington juga mengumumkan sanksi terhadap sekitar 100 individu, perusahaan, dan kapal yang membantu perdagangan minyak serta petrokimia Iran, termasuk sebuah kilang independen dan terminal asal Tiongkok.
Dengan beragam dinamika global ini, pergerakan harga minyak diperkirakan masih akan fluktuatif, meski kesepakatan gencatan senjata di Gaza telah memberi angin segar bagi stabilitas geopolitik kawasan.









