Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi dari PT Laba Forexindo Berjangka mengatakan, penguatan rupiah didorong pernyataan dovish Ketua The Fed Jerome Powell.
Powell menekankan bahwa pasar tenaga kerja AS mulai melemah dan keputusan suku bunga akan ditentukan “pertemuan demi pertemuan”.
Pernyataan Powell ini memperkuat harapan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Oktober dan Desember.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ekspektasi ini membuat imbal hasil obligasi AS turun, sehingga dolar melemah dan memberikan ruang penguatan bagi rupiah,” jelas Ibrahim dalam risetnya.
Selain itu, tensi geopolitik dan perdagangan global juga menjadi perhatian pelaku pasar. Presiden AS Donald Trump kembali mengancam akan mengenakan tarif hingga 100% terhadap produk Tiongkok, yang dibalas dengan ancaman pembalasan dari Beijing.
Namun, harapan terhadap pertemuan antara Trump dan Xi Jinping di akhir bulan tetap menjadi faktor penahan volatilitas pasar.
Dari dalam negeri, rencana pemerintah untuk menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinilai memberi angin segar bagi pasar keuangan domestik.
Kebijakan ini menunjukkan kehati-hatian pemerintah menjaga daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian global.
Meski begitu, menurut Ibrahim, pergerakan rupiah masih terbatas karena pelaku pasar cenderung menunggu kepastian arah kebijakan fiskal dan hasil pidato pejabat The Fed berikutnya.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menambahkan, absennya rilis data ekonomi penting baik dari AS maupun Indonesia membuat pasar hanya bereaksi pada sentimen global.
“Rupiah masih berpotensi melanjutkan penguatan, meski terbatas. Kecuali muncul ketegangan baru antara AS dan China atau pernyataan hawkish dari pejabat The Fed,” ujar Lukman.
Lukman memperkirakan rupiah spot akan bergerak fluktuatif namun cenderung menguat terbatas di perdagangan Kamis (16/10), dengan kisaran Rp 16.500–Rp 16.600 per dolar AS.
Sementara itu, support rupiah berada di Rp 16.500 dan resistance di Rp 16.580, sejalan dengan tren pelemahan dolar yang masih berlangsung.
Ibrahim pun memperkirakan hal serupa. “Jika indeks dolar AS terus melemah dan pasar global stabil, rupiah berpotensi menguat ke bawah Rp 16.550. Namun bila muncul ketegangan baru, pelemahan bisa kembali terjadi,” ujarnya.
Halaman : 1 2