Menanggapi hal tersebut, Pengamat ekonomi dan mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan rupiah hari ini didorong oleh sentimen risk-on di pasar saham domestik dan regional, menyusul meredanya kekhawatiran terhadap stabilitas perbankan AS.
“Data ekonomi China yang dirilis pagi ini juga lebih kuat dari perkiraan, sehingga memperkuat optimisme investor terhadap prospek pertumbuhan Asia,” ujar Ibrahim.
Dari sisi eksternal, indeks dolar AS justru menguat terbatas karena pernyataan sejumlah pejabat The Fed yang cenderung beragam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beberapa anggota dewan gubernur The Fed, seperti Alberto Musalem dari The Fed St. Louis, mendukung pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada Oktober, sementara Neel Kashkari dari The Fed Minneapolis menilai ekonomi AS belum cukup melambat untuk segera melakukan pemotongan agresif.
“Pernyataan yang saling bertolak belakang ini membuat pasar berhati-hati, tetapi tetap memicu fluktuasi di aset berisiko,” jelas Ibrahim.
Dari dalam negeri, pelaku pasar masih menunggu hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan diumumkan Rabu (22/10/2025).
Konsensus memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,5% untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah inflasi yang terkendali.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai, ekspektasi pelonggaran kebijakan BI turut menjaga optimisme pelaku pasar.
“Dengan absennya data ekonomi penting baik dari domestik maupun AS, pergerakan rupiah akan banyak dipengaruhi oleh ekspektasi pasar menjelang keputusan RDG BI. Investor cenderung wait and see,” ujar Lukman.
Untuk perdagangan Selasa (21/10/2025), Lukman memperkirakan rupiah akan berkonsolidasi dengan potensi pergerakan terbatas di kisaran Rp 16.500–Rp 16.650 per dolar AS. Sementara itu, support rupiah berada di level Rp 16.570, dan resistance di Rp 16.600 per dolar AS.
Ibrahim pun memperkirakan rupiah di rentang Rp. 16.570 – Rp.16.600 untuk perdagangan Selasa (21/10/2025).
“Rupiah fluktuatif tapi masih dalam tren positif. Investor menanti arah kebijakan BI dan perkembangan negosiasi dagang AS–China yang masih sensitif,” ujarnya.
Halaman : 1 2