Namun, sikap hawkish yang masih ditunjukkan The Fed membuat pelaku pasar memilih bertahan.
Faktor Geopolitik: Trump – Putin Gagal Capai Perdamaian
Sentimen global kian diperburuk oleh geopolitik. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu pada 15 Agustus, namun gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata di Ukraina.
Trump bahkan kembali melontarkan ancaman sanksi berat, termasuk tarif tinggi terhadap pembeli utama minyak Rusia seperti India dan China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kondisi ini menambah ketidakpastian pasokan energi dunia, terutama di Eropa dan sebagian Asia, yang masih bergantung pada minyak mentah Rusia.
Tekanan dari Asia: Ekonomi China Melambat
Di Asia, ekonomi China juga menunjukkan sinyal perlambatan. Data Biro Statistik Nasional (NBS) mencatat, produksi industri Juli hanya tumbuh 5,7 persen (yoy), terendah sejak November 2025, di bawah ekspektasi 6,8 persen. Aktivitas pabrik, investasi, hingga penjualan ritel, semua melemah.
Dari Dalam Negeri: ULN Indonesia Turun Tipis
Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juni 2025 mencapai 433,3 miliar dolar AS atau Rp 6.976,1 triliun, menurun dibanding Mei sebesar Rp 7.100,28 triliun. Pertumbuhan ULN juga melambat menjadi 6,1 persen (yoy), dari sebelumnya 6,4 persen.
Gabungan faktor global dan domestik membuat rupiah sulit bangkit. Dari ancaman kebijakan moneter The Fed, konflik geopolitik, hingga perlambatan ekonomi Asia, semua menekan stabilitas mata uang Garuda.
“Selama dolar AS masih kuat dan risiko global meningkat, rupiah akan tetap di bawah tekanan,” ujar Lukman.
Halaman : 1 2