Menurutnya, selisih Rp18 triliun itu sangat mungkin disebabkan oleh perbedaan waktu pelaporan (cut-off date), perbedaan definisi akun, dan keterlambatan input data dari pemerintah daerah.
“Data BI bersifat posisi tetap, sedangkan data SIPD dinamis. Jadi wajar kalau angkanya berbeda,” tambahnya.
Rekonsiliasi Jadi Kunci Transparansi
Hestu juga menekankan pentingnya rekonsiliasi data antara BI, Kemenkeu, dan Kemendagri agar publik memperoleh informasi yang akurat.
“Rekonsiliasi data penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Hasilnya sebaiknya diumumkan bersama,” tegasnya.
Baik Tito maupun Menkeu kini menegaskan arah yang sama: dana daerah tidak boleh tidur di bank.
Uang rakyat harus segera berputar lewat pembangunan, pelayanan publik, dan program yang menyentuh langsung masyarakat.
“Semangat kami sama, agar uang daerah segera dibelanjakan untuk kepentingan rakyat. Tidak boleh mengendap,” tutup Tito.






