“Medan, Asahan, dan Deli Serdang ini simpul pertumbuhan UMK di Sumut, mereka paling aktif menyerap skema fasilitasi halal,” tambah Afriansyah.
Hingga Kepulauan dan Perbatasan
Menariknya, semangat sertifikasi halal ini juga merambah hingga daerah pinggiran. Wilayah seperti Langkat, Labuhanbatu, Simalungun, Binjai, Padangsidimpuan, dan Padang Lawas Utara menargetkan di atas seribu sertifikat.
Bahkan daerah dengan populasi UMK kecil pun tak mau tertinggal. Nias Barat (2 sertifikat), Nias Selatan (19), Toba (51), dan Samosir (71) ikut berpartisipasi.
“Gerakan ini masif tapi tetap inklusif. Semua daerah ambil bagian. Ini bukan hanya target administratif, tapi strategi besar menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia,” tegas Afriansyah.
Transformasi Ekonomi Inklusif
Gubernur Sumatera Utara melalui Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan, Pembangunan, Aset, dan SDA, Mannawasalwa, menyebut penguatan ekosistem halal akan memperkuat transformasi ekonomi daerah.
“Sumut memiliki lebih dari 870.000 pelaku UMK, yang 99,6 persennya usaha mikro dan kecil. Mereka menyumbang 46,51% terhadap PDRB provinsi. Jadi fasilitasi halal ini bukan hanya regulasi, tetapi peluang ekonomi baru,” katanya.
Rangkaian Rakor di Medan juga diisi dengan business matching, pemaparan teknis jalur self declare dan reguler, serta konsultasi langsung antara pelaku UMK dan lembaga pendamping (LP3H dan LPH).
Menjaga Standar, Menggapai Pasar Global
Di tengah gempuran produk global, jaminan halal kini menjadi senjata penting agar produk lokal tidak hanya merajai pasar domestik, tetapi juga menembus ekspor.
“Ekosistem halal itu bukan opsi, tapi keniscayaan. Dengan sinergi yang kuat, target 88 ribu sertifikat halal 2025 bukan sekadar angka, melainkan jalan untuk membuka peluang usaha, lapangan kerja, sekaligus proteksi konsumen,” pungkas Afriansyah.






