Konflik ini bermula dari klaim perusahaan yang menganggap status kawasan hutan sudah diputihkan, sehingga mereka berhak mengelola wilayah tersebut.
Namun WALHI Sumut menegaskan klaim itu tidak sah secara hukum karena pelepasan kawasan hutan belum disahkan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah I Medan.
KTH Nipah Punya Izin Resmi dari Kementerian LHK
Faktanya, KTH Nipah memiliki izin resmi untuk mengelola kawasan seluas 242 hektare berdasarkan SK Menteri LHK No. 6187/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018 dan diperkuat dengan Keputusan No. 13582 Tahun 2024 tentang Transformasi Kemitraan Kehutanan menjadi Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Perusahaan tidak bisa sembarangan mengklaim lahan yang sudah masuk dalam izin pengelolaan masyarakat. Itu pelanggaran serius,” tegas Maulana.
Kritik untuk BPKH: Lambat dan Tidak Transparan
WALHI Sumut juga menyoroti lambatnya kinerja BPKH Wilayah I Medan, yang dinilai tidak menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal. Beberapa masalah yang diungkap antara lain:
- Tidak adanya sosialisasi penetapan kawasan hutan
- Tidak ditemukannya plang batas kawasan hutan
- Masih adanya pemukiman warga yang masuk dalam peta kawasan hutan
“Seharusnya BPKH tidak memasukkan wilayah pemukiman masyarakat ke dalam status kawasan hutan. Itu jelas merugikan rakyat,” tambah Maulana.
WALHI Desak Evaluasi dan Penegakan Hukum
Atas peristiwa ini, WALHI Sumut mendesak dua langkah konkret:
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar segera mengevaluasi kinerja BPKH Wilayah I Medan,
- Polda Sumatera Utara agar mengusut dan menindak tegas pihak-pihak yang melakukan intimidasi terhadap KTH Nipah.
“Negara tidak boleh kalah oleh intimidasi. Petani harus dilindungi, bukan ditakut-takuti,” pungkas Maulana.
Halaman : 1 2