Scroll untuk baca artikel
Daerah

7 Tahun Irigasi Rusak Tak Diperbaiki, Warga Desa Bongkaras Sewa Ekskavator Demi Sawah Kembali Produktif

×

7 Tahun Irigasi Rusak Tak Diperbaiki, Warga Desa Bongkaras Sewa Ekskavator Demi Sawah Kembali Produktif

Sebarkan artikel ini
irigasi rusak Desa Bongkaras
Warga Desa Bongkaras Dairi secara swadaya menyewa ekskavator memperbaiki irigasi yang rusak akibat banjir bandang 2018, Jumat (19/12/2025). Foto: warga

“Padi di satu petak, di sebelahnya kolam ikan mas. Itu sumber hidup kami,” tambahnya.

Warga Kritik Pemerintah: Datang Hanya untuk Foto

Keluhan serupa disampaikan Gerson Tampubolon, warga Desa Bongkaras lainnya. Dia menyebut, kondisi irigasi saat ini dipenuhi material longsoran yang tidak mungkin dibersihkan secara manual.

“Selama tujuh tahun sawah kami tidak bisa diairi. Kalau berharap pemerintah, rasanya tidak bisa. Datang hanya berfoto, tidak ada tindak lanjut,” kata Gerson dengan nada kecewa.

Dia juga menyoroti minimnya peran pemerintah dalam memulihkan fungsi irigasi, meski pertanian merupakan sumber utama penghidupan masyarakat desa.

Tambang Dinilai Tambah Ancaman Bencana

Tak hanya soal irigasi, Gerson menyesalkan kehadiran aktivitas pertambangan di wilayah tersebut yang dinilai berpotensi memperparah risiko bencana.

Baca Juga  Rudi MCI12 Belum Ditemukan Pasca Banjir Aceh Tengah, Istri Minta Bantuan Publik

“Sudah tidak mendapat perhatian, malah menghadirkan tambang,” ucapnya.

Desa Bongkaras berada di wilayah terdampak aktivitas pertambangan seng dan timbal milik PT Dairi Prima Mineral (PT DPM), yang selama ini menuai penolakan dari masyarakat sipil, LSM, hingga kalangan akademisi.

Pada tahun 2012, limbah pertambangan PT DPM disebut sempat mencemari Sungai Sikalombun, menyebabkan gagal panen serta merusak budidaya ikan mas milik warga.

Petani: Kami hidup dari pertanian bukan tambang

Opung Gisel berharap perbaikan irigasi yang dilakukan secara swadaya ini dapat segera mengembalikan fungsi sawah mereka.

Dia juga berharap aktivitas pertambangan tidak dilanjutkan di wilayah tersebut.

Menurutnya, keberadaan tambang justru menambah beban psikologis masyarakat karena ancaman bencana di masa depan.

“Kami hidup dari pertanian, bukan dari pertambangan,” tegas Opung Gisel.