Obat-obatan yang masih langka itu, seperti Cefixime (obat antibiotik untuk infeksi), Clobazam (obat untuk membantu mengontrol kejang), dan Combivent (obat untuk penyakit saluran pernapasan).
Hal itu sebagaimana ungkapan seorang dokter yang bekerja di RSUD dr Pirngadi Medan.
“Permasalahan kekosongan obat di RSUD dr Pirngadi dan beberapa rumah sakit di Kota Medan dugaannya karena adanya kesengajaan restrictifikasi atau pembatasan obat dari pihak manajemen,” kata Ibrahim.
Kemudian, kata Ibrahim, penyebab lainnya adalah penyusunan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) di rumah sakit. Hal ini pernah terjadi pada kasus kekosongan obat yang terjadi pada 2018 lalu.
Ibrahim menilai ketidaktersediaan obat, yang seharusnya menjadi bagian mendasar dari pelayanan kesehatan, adalah bentuk kelalaian.
Kondisi ini tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik, tetapi lebih jauh, bisa menyebabkan hilangnya nyawa.
Oleh sebab itu, SAHdaR mendesak pemerintah dan pihak rumah sakit agar melakukan investigasi menyeluruh dan mengambil langkah konkret mengatasinya.
SAHdaR meminta pemerintah dan rumah sakit memberikan penjelasan dan transparansi terkait kasus ini, termasuk tindakan nyata untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
“Jika terus mengabaikan persoalan ketiadaan obat ini, nyawa masyarakat yang menjadi taruhan,” pungkasnya.












