Lubuk Larangan dan Tradisi di Sumatera Utara
Lubuk larangan merupakan sistem kearifan lokal yang berkembang di berbagai daerah di Pulau Sumatra. Tradisi ini melibatkan pembatasan untuk memanfaatkan sumber daya perairan tertentu, seperti sungai atau danau, selama periode waktu tertentu.
Selain sebagai sarana penguatan kearifan lokal, lubuk larangan utamanya berfungsi sebagai sistem konservasi alam demi menjaga keseimbangan ekosistem sungai.
Selama tiga tahun terakhir ini PT Agincourt Resources (PTAR) telah mengembangkan lubuk larangan Satahi di tujuh desa di Kecamatan Batang Toru, yakni Garoga, Batuhoring, Aek Ngadol, Sumuran, Sipenggeng, Batu Hula, dan Hapesong Lama. Berbagai jenis ikan ditebar, sebut saja nila, mas, gurami, dan jurung yang dikenal langka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama mendukung upaya pembentukan lubuk larangan di Batang Toru, PTAR mendapati populasi ikan meningkat setelah masa larangan berakhir, yang menunjukkan bahwa lubuk larangan efektif menjaga keseimbangan ekosistem perairan.
“Selain bertujuan melindungi ekosistem perairan, lubuk larangan berperan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan. Tidak kalah pentingnya, penerapan lubuk larangan menjadi salah satu langkah strategis Perusahaan dalam memberdayakan masyarakat setempat,” ujar Rahmat.
Selama periode lubuk larangan, masyarakat dilarang menangkap ikan di area tersebut. Jika ditemukan ada warga yang mengambil ikan dari lubuk larangan, maka ia dikenai sanksi sesuai peraturan desa. Saat lubuk larangan dibuka, atau biasa disebut panen raya, masyarakat diajak bersama-sama menangkap ikan.
Editor : Muchlis
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya