TOPIKSERU.COM, TAPTENG – Kapal bergerak perlahan menyusuri air Muara Kalangan, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Sabtu terakhir Bulan Oktober 2024. Siang itu cukup terik. Langit biru cerah merona. Awan-awan putih hanya dalam guratan yang sedikit.
Di belakang kapal, geriap air memecah, terbelah memanjang. Gelombangnya kemudian berakhir di akar-akar Mangrove kokoh yang rimbun menghijau. Di kejauhan permukaan air terlihat tenang dalam riak air yang ringan. Sesekali terlihat bercahaya menyilaukan karena pantulan cahaya Matahari.
“Di sini usia Mangrove yang tua ada sekitar 40 tahunan,” kata Abdul Kisman Sibuea sembari membetulkan letak topi warna krem di kepalanya, yang tersemat tulisan Agincourt Resources. Ucapannya membelah suara ribut mesin kapal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT

Kisman, Koordinator Lapangan Kelompok Tani Hutan (KTH) Mandiri Lestari. Pria berusia 60an tahun ini paham betul seluk beluk muara Kalangan yang kini terus berbenah menjadi kawasan konservasi Mangrove. Satu program dalam pembinaan PT Agincourt Resources (PTAR) yang sudah berjalan sejak 2023 lalu.
Sejenak, kapal terus melaju mengikuti jalur lebar di antara hutan Mangrove yang nyaris tergerus karena aktifitas yang merusak. Namun tak lama, jalur mulai menyempit menikung lebih masuk ke dalam hutan. Air sedang surut. Karenanya kapal terhenti sejenak dan harus memilih jalur yang lebih dalam agar tak kandas.
Barusan, Kisman menunjukkan beberapa titik lokasi penanaman bibit Mangrove yang sejak 2023 sudah ia kerjakan bersama 20an anggota kelompok tani lainnya. Di sana terlihat barisan Mangrove muda yang daunnya kian lebat di permukaan air. Jarak antar bibit 3 meter kali 1 meter. Jarak itu merupakan standar penanaman mangrove agar dapat berkembang dengan baik.

Menurut Kisman, lokasi penanaman itu awalnya kosong karena beragam sebab. Paling banyak, karena penebangan liar. Kayu-kayu mangrove itu menjadi bahan baku pembuatan arang. Kualitasnya cukup baik, bahkan bisa di ekspor, karenanya sangat diburu.
“Mereka biasanya masuk ke dalam hutannya, nah pohon-pohon yang tua lah yang diambil,” jelas Kisman.
Mangrove Didominasi Jenis Rizhopora
Obrolan masih berlanjut. Kapal lantas berhenti di tepian Mangrove. Kisman melanjutkan penuturannya. Di kawasan ini, kata dia, terdapat beberapa jenis Mangrove. Selain Rizhopora, ada beberapa jenis lain misalnya Nipah dan jenis lainnya yang dalam penamaan lokal ia sebut bernama Barambang dan Simarapi-api.
“Tapi fokusnya ke Rizhopora. Walau memang Nipah juga sebenarnya sangat memungkinkan untuk dikembangkan,” kata Kisman.
Ia bercerita, di awal program dulu, bibit-bibit Mangrove didatangkan dari kepulauan Mursala. Namun, agaknya kurang cocok dengan kondisi kawasan konservasi.

Dari sana, Kisman mengaku ia kelompoknya mulai menyemai bibit yang diambil langsung dari Mangrove Muara Kalangan. Dan hingga kini, puluhan ribu bibit itu berhasil tumbuh dengan baik, dengan tingkat kematian yang rendah.
“Itu membuktikan, ternyata lebih baik (bibit) yang disini,” imbuh Kisman.
Ekosistem Mangrove Berdampak Besar Kepada Masyarakat
Keberadaan kawasan Mangrove di Muara Kalangan yang meliputi Desa Aek Garut dan Kelurahan Kalangan menurut Kisman selama ini telah memberi dampak besar dan telah dirasakan langsung masyarakat sekitar.
Sebut saja keberadaan ikan, atau Kerang dan Kepiting yang sering diambil oleh warga sekitar untuk dijual. Apalagi datangnya dukungan PTAR yang menebar bibit Kerang dan Kepiting beberapa waktu lalu.
“Kepiting Bakau harganya lebih 100 ribu per kilogram lho,” ungkap Kisman.
Selain dampak langsung, berupa keuntungan karena biota yang hidup dan dapat dipanen, dampak tidak langsung sangat terasa dari vegetasi Mangrove yang menjadi benteng alami bagi daratan.
“Ada namanya disini Pasang Bloro (banjir rob-red). Jika itu terjadi, akan berdampak pada sejumlah desa di Kecamatan Pandan dan Tukka. Memang belum terjadi, tapi kalau saja mangrove ini tidak ada, bisa saja (banjir) terjadi,” tukas Kisman.
Minimnya Keterlibatan Masyarakat
Sayangnya, keterlibatan masyarakat yang selama ini mendapat manfaat dari ekosistem Mangrove di muara itu dalam menjaga kawasan sangatlah minim. Selain penebangan yang hingga kini masih terjadi secara sembunyi-sembunyi, aktifitas penangkapan ikan di kawasan itu, menurut Kisman belum menerapkan teknik yang berkelanjutan.
“Nah, sekarang masyarakat masih ngejar ikan terus. Harapannya, jangan diganggu dulu supaya konservasi berhasil dulu. Ada juga kita sarankan, misalnya menggunakan mata jaring besar, dan bukan mata jaring kecil agar yang kecil bisa lolos. Tapi tetap saja (tidak didengarkan masyarakat),” urai Kisman.

Penulis : Damai Mendrofa
Editor : Muklis
Halaman : 1 2 Selanjutnya