“Itu membuktikan, ternyata lebih baik (bibit) yang disini,” imbuh Kisman.
Ekosistem Mangrove Berdampak Besar Kepada Masyarakat
Keberadaan kawasan Mangrove di Muara Kalangan yang meliputi Desa Aek Garut dan Kelurahan Kalangan menurut Kisman selama ini telah memberi dampak besar dan telah dirasakan langsung masyarakat sekitar.
Sebut saja keberadaan ikan, atau Kerang dan Kepiting yang sering diambil oleh warga sekitar untuk dijual. Apalagi datangnya dukungan PTAR yang menebar bibit Kerang dan Kepiting beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kepiting Bakau harganya lebih 100 ribu per kilogram lho,” ungkap Kisman.
Selain dampak langsung, berupa keuntungan karena biota yang hidup dan dapat dipanen, dampak tidak langsung sangat terasa dari vegetasi Mangrove yang menjadi benteng alami bagi daratan.
“Ada namanya disini Pasang Bloro (banjir rob-red). Jika itu terjadi, akan berdampak pada sejumlah desa di Kecamatan Pandan dan Tukka. Memang belum terjadi, tapi kalau saja mangrove ini tidak ada, bisa saja (banjir) terjadi,” tukas Kisman.
Minimnya Keterlibatan Masyarakat
Sayangnya, keterlibatan masyarakat yang selama ini mendapat manfaat dari ekosistem Mangrove di muara itu dalam menjaga kawasan sangatlah minim. Selain penebangan yang hingga kini masih terjadi secara sembunyi-sembunyi, aktifitas penangkapan ikan di kawasan itu, menurut Kisman belum menerapkan teknik yang berkelanjutan.
“Nah, sekarang masyarakat masih ngejar ikan terus. Harapannya, jangan diganggu dulu supaya konservasi berhasil dulu. Ada juga kita sarankan, misalnya menggunakan mata jaring besar, dan bukan mata jaring kecil agar yang kecil bisa lolos. Tapi tetap saja (tidak didengarkan masyarakat),” urai Kisman.

Hanya mengandalkan KTH Mandiri Lestari dan PTAR secara penuh menjaga kawasan berluasan puluhan hektar itu tentu bukan pilihan tepat. Kisman tak menampik, dukungan berbagai pihak sangat dibutuhkan.
“Harapan kita ada tim kontrol untuk mencegah agar jangan ada aktifitas dulu di kawasan yang sedang dalam proses penanaman. Nah, kita juga berharap ada dukungan terkait pengawasan. Karena kerapnya penebangan,” pungkas Kisman.
Tidak itu saja, Kisman juga menaruh harapan berkembangnya pengelolaan Mangrove di kawasan itu di masa depan. Misalnya soal menghadirkan aktifitas wisata kepada para pengunjung.
“Betul-betul maunya jadi kunjungan wisata, yang dari pantai sana bisa datang kemari, apalagi wisatawan yang cinta mangrove, karena mangrove inilah kulkas bumi,” katanya.
Sedang Persiapkan 30 Ribu Bibit
Puas dalam obrolan, kapal lantas bergerak menuju kembali ke daratan. Hutan Mangrove disini memang memesona dan layak untuk dijaga dengan beragam alasan yang kuat: keindahan, kenyamanan, fungsi alami dan alasan-alasan lain yang sejatinya diberi cuma-cuma oleh semesta.
Tak lama, kapal bersandar di pelabuhan kecil, yang menjadi pusat pembibitan Mangrove. Terdapat 2 pondok yang sengaja dibangun dengan dukungan PTAR. 1 pondok berada di tepian air, yang dindingnya dipajang tulisan terkait larangan merusak Mangrove. Bangunan lainnya menjadi tempat tinggal seorang anggota kelompok yang bertugas menjaga lokasi pembibitan.

Menurut Kisman, saat ini sebanyak 30 ribu bibit sedang dipersiapkan untuk selanjutnya ditanam di beberapa titik. Bibit-bibit itu dipersiapkan selama 2 bulan sebelum penanaman. Meski, ada juga bibit yang sengaja dibiarkan tumbuh tinggi yang peruntukannya di lokasi tanam yang memiliki ketinggian air 1 meter.
Penulis : Damai Mendrofa
Editor : Muklis
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya