
“Suami saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Jadi, tidak ada pilihan lain selain bertahan berjualan di sini,” ujar Boru Aritonang.
“Memang dapat kiriman dari anak-anak, tapi tidaklah cukup, karena masih ada tanggungan satu orang lagi anak yang masih sekolah,” imbuhnya.
Ibu enam orang anak ini tidak tahu pasti mengapa Pasar Pandan dan Terminal Baru tersebut belum diaktifkan.
Namun, sebagai pedagang dia berpendapat bila pemerintah mengaktifkan terminal sehingga angkutan kota (angkot) masuk ke terminal, pedangan seperti dirinya pasti akan ketiban rezeki.
“Bila jalur angkot dialihkan melalui pasar Pandan dan pasar pandan lama dipindahkan, pasti pasar ini akan ramai,” kata Boru Aritonang.
Baik Boru Aritonang maupun pedagang lain yang menggantungkan hidup di pasar tradisional itu, hanya bisa berharap suara mereka bisa didengar. Selebihnya, mereka berpasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pemberi rezeki.
Mereka juga bersyukur masih bisa menjajakan jualan dua hari dalam sepekan, yakni di hari Selasa dan Rabu. Namun, pembeli di pasar ini tidak lah ramai, sehingga tak jarang pedagang pulang dengan pendapatan seadanya setelah dipotong retribusi kepada Pemda.
“Pendapatan enggak menentu, kadang dapat sedikit ya itu lah untuk biaya hidup. Tapi kadang juga ada yang enggak laku. Kalau enggak laku kita bawa pulang lagi, mau gimana lagi,” ucap Boru Aritonang.
Dia bersama pedagang lain menyampaikan harapan kepada pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah. Mereka berharap pemerintahan baru kelak bisa memperhatikan nasib para pedagang.
“Masinton -Mahmud (MaMa) tolong perhatikan kami pedagang ini. Semoga janji kampanye dalam membenahi Tapteng dapat direalisasikan, agar Tapteng ini bisa seperti apa yang disampaikan itu (naik kelas),” pungkasnya.












