TOPIKSERU.COM, TAPTENG – Minimnya informasi dan edukasi terkait satwa dilindungi, menjadi salah satu penyebab masyarakat masih menangkap Trenggiling.
Hal ini yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). Seorang warga menangkap Trenggiling dan menjualnya ke wilayah Pekanbaru, Riau.
Informasi ini diperoleh dari seorang warga Kecamatan Badiri, DZ (38), yang melaporkan kepada Topikseru.com, Jumat (10/1) tentang adanya masyarakat yang tidak sengaja menemukan dan menangkap hewan langka tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Trenggiling merupakan mamalia yang termasuk dalam Ordo Pholidota dengan nama latin Manis javanica (nama ilmiah untuk jenis trenggiling yang dijumpai di wilayah Indonesia).
Hewan ini langka dan termasuk dalam zona merah, akibat populasinya yang terus berkurang akibat perburuan liar manusia.
Tubuh hewan ini diselimuti dengan sisik sebagai perisai yang melindungi dirinya dari para predator, bila ada ancaman ia akan menggulung dirinya seperti bola. Hewan ini mengkonsumsi semut, rayap dan hewan kecil lainnya.
Trenggiling aktif pada malam hari untuk mencari makan.
DZ yang melihat hewan langka yang telah dimasukkan dalam karung, penasaran ingin melihatnya langsung.
“Saya keluarkan dalam karung, lalu saya ambil beberapa foto dengan posisi ia lagi menggulung seperti bola dan terlihat trenggiling tersebut berjenis kelamin jantan, dengan bobot kira-kira 5 Kg,” katanya.
Ditanya keberadaan hewan tersebut, DZ mengatakan sudah di bawah, untuk dikirim ke Pekanbaru katanya, karena disini tidak ada yang mau beli.
“Kami takut juga, karena ada informasi kalau ketahuan bisa ditangkap pihak berwajib,” ujar DZ.
Khusus wilayah hutan Tapanuli Tengah, masih banyak terdapat jenis hewan dilindungi, seperti Kukang (Nycticebus menagensis), Kura-kura kaki gajah atau Baning coklat (Manouria emys), Orang utan (Pongo), Katak bertanduk (Megophyrs montana), Kadal tak berkaki (Lacertilia), Merak Sumatra, Beruang, Buaya Muara, Rusa, Bunga Bangkai dan serta berbagai jenis biodiversitas flora dan fauna dilindungi lainnya.
Hewan-hewan tersebut masih mendiami dan punya habitat di wilayah hutan Tapteng.
Namun, pemerintah terkhusus Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara dinilai belum maksimal dalam melakukan edukasi kepada masyarakat, sehingga kasus-kasus penangkapan satwa dilindungi masih terus terjadi.
Dengan memberikan informasi, sosialisasi atau plang titik-titik habitat hewan tersebut serta penjelasan hukum apabila hewan tersebut ditangkap dan diperjual belikan, akan menjadi edukasi bagi masyarakat.
Tanggapan Pegiat Lingkungan Sibolga-Tapteng
Ketua Yayasan Masyarakat Penjaga Pantai Barat (Yamantab), Damai Mendrofa sangat menyayangkan masih adanya penangkapan satwa dilindungi.
“Hal ini diakibatkan kurang maksimalnya lembaga-lembaga terkait atau institusi pemerintahan yang diberikan kewenangan untuk mengedukasi masyarakat,” kata Damai.
Direktur Bank Sampah Yamantab (BSY) ini berharap ada upaya pencegahan dari pemerintah atau lembaga terkait terutama BKSDA.
“Yang saya lihat pihak BKSDA di wilayah Tapteng tidak maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” ucapnya.
“Sampai saat ini kita tidak pernah melihat atau mendengar adanya kegiatan atau event yang dilakukan BKSDA di pantai barat ini untuk memberikan informasi soal satwa atau flora yang dilindungi,” imbuhnya.
Menurutnya, ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap satwa dilindungi. Namun, peran institusi yang diamanahkan justru yang tidak terlihat khususnya di kawasan pantai barat Sumatera Utara.
“Misalnya memberikan edukasi terkait jenis-jenis hewan, pola penanganannya dan konsekuensi hukum apabila memperjual belikan satwa tersebut,” ujar Damai.
Kasus penangkapan trenggiling yang diperjual belikan ini menjadi tamparan keras bagi BKSDA Sumut.
Sebab, masih ada masyarakat yang menangkap satwa dilindungi, seperti penangkapan trenggiling baru-baru ini di Tapanuli Tengah.
“Berarti disini pihak BKSDA telah bobol, karena tidak dilakukan pencegahan dan kurangnya informasi kepada masyarakat,” pungkasnya.
Penulis : Jasman Julius
Editor : Muchlis