Kemenhut menyebut ada 12 perusahaan yang pemerintah cabut izin-nya, sementara Kementerian Lingkungan Hidup menyebut hanya 8 perusahaan.
Perbedaan ini mereka nilai sebagai indikasi adanya masalah serius dalam tata kelola lingkungan di tingkat pemerintah pusat.
“Perbedaan angka ini menimbulkan dugaan kuat bahwa ada transaksi suap antara perusahaan dengan kementerian terkait,” ujar Jaka.
WALHI Sumut: Publik Berhak Tahu
WALHI menegaskan bahwa masyarakat berhak mengetahui nama-nama perusahaan yang bertanggung jawab atas aktivitas yang menduga menjadi pemicu rusaknya ekosistem hulu, sehingga memperparah dampak banjir bandang.
Jaka menekankan, bila kedua kementerian tidak mampu memberikan informasi yang jelas, mereka sebaiknya mundur dari jabatan.
“Kalau dua kementerian ini tidak tahu nama perusahaannya, itu mustahil. Mereka pasti tahu. Kalau tidak berani mengumumkan, lebih baik angkat kaki dari Kabinet Merah Putih,” tegasnya.












