Topikseru.com – Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional 2025 di Kota Medan berubah menjadi panggung kritik terhadap pemerintah. Sejumlah pegiat isu perempuan dan akademisi menilai negara masih abai dalam memenuhi kebutuhan dasar kelompok rentan, khususnya perempuan, yang terdampak bencana ekologis di tiga provinsi di Sumatera.
Acara yang digelar di Seruang Cafe, Kecamatan Medan Kota, Rabu (10/12/2025), memunculkan kegelisahan bersama terkait beban ganda perempuan di tengah krisis air bersih dan minimnya penerangan di lokasi pengungsian.
Krisis Air Bersih Picu Ancaman Kesehatan Perempuan
Pegiat isu perempuan, Lusty Romana Malau, menyebut kebutuhan sanitasi menjadi masalah paling mendesak bagi perempuan selama masa bencana. Menurutnya, keterbatasan akses air bersih bukan hanya menghambat aktivitas harian, tetapi juga mengancam kesehatan reproduksi.
“Sanitasi adalah kebutuhan utama perempuan dalam situasi bencana. Ketika air bersih terbatas, risiko penyakit pada organ reproduksi meningkat,” ujar Lusty kepada topikseru.com.
Dia menambahkan, sejumlah relawan melaporkan keberadaan ibu menyusui di beberapa posko pengungsian yang mengalami tekanan emosional akibat kondisi lingkungan yang penuh sesak.
Situasi ini, kata Lusty, dapat memicu baby blues dan menambah beban psikologis baru bagi korban bencana.
Beban Domestik Tidak Hilang Meski di Pengungsian
Lusty juga menyoroti realitas yang kerap luput dari perhatian pemerintah, yaitu perempuan tetap memikul tanggung jawab domestik meski berada di tenda darurat.
“Di posko, ibu-ibu harus tetap memasak, menata makanan, sekaligus mengurus anak. Beban ini makin berat ketika fasilitas dasar seperti air dan penerangan minim,” jelasnya.









