KontraS juga mencatat penyiksaan yang terjadi dalam konteks pengamanan bisnis, terutama sektor perkebunan dan pertambangan.
Salah satunya menimpa Nico Silalahi (19), yang disiksa oleh aparat saat dituduh mencuri enam tandan sawit milik PTPN. Bahkan, ia sempat dibawa ke kantor perusahaan sebelum ke kantor polisi.
Kasus lain terjadi terhadap lima anggota Komunitas Adat Sihaporas yang memperjuangkan tanah ulayat mereka dari PT Toba Pulp Lestari. Mereka ditangkap dengan kekerasan, dipukuli, dan dipaksa mengaku melakukan tindak pidana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Minim Teknologi dan Perlindungan Korban
KontraS Sumut menilai tidak adanya pemanfaatan teknologi seperti CCTV di ruang interogasi dan body camera di lapangan memperparah situasi.
Selain itu, pemulihan bagi korban sangat minim. Banyak korban menderita trauma berkepanjangan, kehilangan pekerjaan, dan menghadapi stigma sosial.
“Negara tidak hanya gagal mencegah, tetapi juga gagal memulihkan,” tegas Adinda.
KontraS Sumut Desak Evaluasi Menyeluruh
KontraS mendesak evaluasi menyeluruh terhadap institusi penegak hukum dan aparat keamanan. Peran lembaga negara independen seperti Komnas HAM, LPSK, Komnas Perempuan, dan Ombudsman RI dinilai sangat penting dalam memberikan pengawasan dan perlindungan bagi korban.
“Hari Anti Penyiksaan seharusnya jadi momen refleksi, bukan seremoni. Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan jangan jadi sekadar tinta di atas kertas,” pungkas Adinda.
Penulis : Muchlis
Editor : Damai Mendrofa