Dampak Psikologis dan Sosial Penggunaan Istilah Vulgar
1. Menurunkan Kepercayaan Diri
Banyak perempuan yang menjadi target istilah ini merasa tidak nyaman, malu, atau bahkan terganggu secara psikologis. Ketika tubuh mereka dibahas dan dijadikan bahan candaan, rasa percaya diri dapat menurun drastis.
2. Normalisasi Pelecehan Verbal
Penggunaan kata-kata seperti tobrut dalam konteks candaan berisiko menormalisasi bentuk pelecehan verbal. Ini menciptakan ruang yang menganggap bahwa “meledek tubuh” adalah hal biasa.
3. Menyuburkan Budaya Patriarki
Bahasa adalah alat sosial yang kuat. Ketika istilah seksis seperti “tobrut” menjadi tren, hal ini semakin mengakar budaya patriarki dan membatasi ruang aman bagi perempuan di ranah publik dan digital.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Etika Berbahasa: Kapan Sebaiknya Menghindari Istilah Tobrut?
Penggunaan kata ini sebaiknya dihindari sepenuhnya, terlebih dalam situasi berikut:
-
Percakapan publik atau formal: Seperti di tempat kerja, ruang kelas, atau pertemuan resmi.
-
Berinteraksi dengan orang yang belum dikenal dekat: Bisa dianggap kasar dan tidak sopan.
-
Ruang digital yang menjunjung etika: Komunitas online seperti forum pendidikan, komunitas feminis, atau ruang diskusi profesional.
Sebaliknya, mari kita membangun budaya berbahasa yang positif, sopan, dan penuh rasa hormat.
Kata-Kata Gaul Lain yang Perlu Diwaspadai
Selain tobrut, beberapa kata gaul lain juga kerap digunakan dengan sembarangan dan berpotensi melecehkan, seperti:
-
“Sange” – Mengandung makna seksual yang eksplisit.
-
“Benjol” – Biasanya digunakan untuk merujuk pada organ tubuh tertentu.
-
“Crot” – Digunakan dalam konteks seksual eksplisit.
-
“Tetek gede” – Frasa vulgar lain yang mirip dengan tobrut.
Penggunaan istilah-istilah ini harus dikritisi agar tidak semakin memperkuat budaya vulgarisasi tubuh di kalangan masyarakat muda.
Bahaya Menormalisasi Bahasa Seksual dalam Budaya Gaul
Menganggap istilah seperti tobrut sebagai sekadar lelucon atau candaan tanpa konsekuensi justru memperparah lingkungan sosial kita. Budaya bahasa mencerminkan pola pikir masyarakat. Bila istilah merendahkan terus digunakan, maka pelecehan akan terus dianggap normal.
Sebaliknya, mari kita mulai mendorong penggunaan bahasa yang membangun:
-
Menghargai orang lain tanpa melihat fisik
-
Meningkatkan literasi digital dan etika berkomunikasi
-
Menumbuhkan empati dalam interaksi sehari-hari
Bijak dalam Berbahasa adalah Kunci Kehidupan Sosial yang Sehat
Dalam menghadapi era digital yang penuh dengan ekspresi bebas, kita tetap harus bertanggung jawab terhadap kata-kata yang kita pilih. Istilah seperti tobrut mungkin terasa lucu bagi sebagian orang, tetapi memiliki potensi besar untuk menyakiti, melecehkan, dan membentuk budaya seksisme.
Tobrut artinya bukan sekadar slang lucu, tapi cerminan dari bagaimana budaya memperlakukan perempuan. Oleh karena itu, mari bersama-sama memilih kata yang lebih manusiawi, sopan, dan penuh empati.
Jika Anda ingin ruang digital yang aman, produktif, dan saling menghormati, hindarilah penggunaan istilah vulgar seperti tobrut. (*)
Halaman : 1 2