Topikseru.com – Khutbah Jumat 30 Oktober 2025: Meneladan Gaya Hidup Hijau ala Nabi Muhammad di mana di tengah krisis lingkungan yang semakin terasa, mulai dari pemanasan global, pencemaran, dan hilangnya keseimbangan alam, Islam datang membawa tuntunan yang menyeluruh, termasuk dalam menjaga bumi.
Nabi Muhammad datang dalam gaya hidup yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan penuh tanggung jawab terhadap alam semesta.
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
Hadirin Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Baca Juga Ekoteologi: Jalan Iman untuk Kepedulian Lingkungan Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya takwa.
Karena hanya dengan takwa, hidup kita akan terarah, hati kita menjadi tenang, dan lingkungan kita akan menjadi tempat yang penuh keberkahan.
Di tengah krisis iklim global, jargon go green dan sustainable living bergema di berbagai belahan dunia.
Dari forum internasional hingga lini media sosial, manusia modern berlomba mencari makna baru dari hidup yang lestari.
Namun, jauh sebelum istilah ekologi lahir, empat belas abad silam, seorang manusia di padang pasir telah mencontohkan apa yang kini kita sebut sebagai gaya hidup hijau: ialah Nabi Muhammad SAW.
Terdapat pelbagai perilaku dan gaya hidup Nabi Muhammad yang menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.
Pertama, Rasulullah tidak pernah berlebih, bahkan dalam hal yang tampak sepele seperti berwudhu. Nabi senantiasa memakai air dengan hemat, dan tidak berlebihan.
Dalam sebuah hadits shahih dijelaskan cara wudhu hemat air ala Nabi:
كانَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَغْسِلُ، أوْ كانَ يَغْتَسِلُ، بالصَّاعِ إلى خَمْسَةِ أمْدَادٍ، ويَتَوَضَّأُ بالمُدِّ
Artinya; “Nabi biasa mandi dengan satu sha‘ hingga lima mudd, dan berwudu dengan satu mudd,” (HR. Imam Bukhari).
Hadirin Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Jika dikonversi ke ukuran Indonesia, 1 sha’ kira-kira setara dengan 2–3 liter air, sedangkan 1 mudd sekitar setengah sampai tiga perempat liter.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim ini menunjukkan bahwa Rasulullah sangat hemat dalam menggunakan air, bahkan ketika berwudhu dan mandi.
Teladan ini mengajarkan kita untuk tidak boros dan menjaga lingkungan, jauh sebelum dunia modern mengenal istilah gaya hidup ramah lingkungan.
Bayangkan, hanya dengan setengah liter air, Rasulullah dapat bersuci sempurna, kontras dengan gaya hidup modern yang sering menghabiskan belasan liter air hanya untuk berwudhu.
Ini bukan sekadar efisiensi, tetapi kesadaran spiritualitas ekologis: bentuk penghormatan terhadap nikmat Tuhan.
Hadirin Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah Kedua, Rasulullah SAW juga menanam pohon dan melarang penebangan tanpa alasan syar’i. Nabi mengatakan, setiap usaha menanam dan merawat alam bernilai ibadah.
Bahkan ketika hasilnya dinikmati makhluk lain, pahala sedekah tetap mengalir bagi penanamnya.
Dalam hadits riwayat Ahmad disebutkan:
ما من مسلمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أو يَزْرَعُ زَرْعًا فيَأْكُلُ منه طيرٌ ولا إنسانٌ إلا كان له به صدقةً Artinya;
“Tidaklah seorang Muslim menanam pohon atau menabur benih, lalu hasilnya dimakan oleh burung, manusia, atau hewan, melainkan itu menjadi sedekah baginya,” (HR. Imam Bukhari).
Syekh Badruddin ‘Aini, dalam kitab Umdatul Qari Syarah Shahih Bukhari Jilid 12, halaman 154, menjelaskan bahwa hadis ini menjelaskan betapa mulianya menanam dan bercocok tanam dalam Islam.












