“Jadi ketika saya bertemu dengan siapapun itu mengobrol tentang konservasi. Mau dengan orang pemerintahan, non pemerintahan, kita berbicara konservasi. Ini yang membuat OIC, mendorong, generasi muda untuk bicara kobservasi sejak dini,” kata Aal.
Menurut dia, YOSL-OIC optimis, kaum muda bisa bikin gebrakan dalam upaya konservasi. Penyadartahuan sejak dini, kepada kaum muda menjadi investasi penting.
“Sebenarnya, kaum muda ini paham betul bahwa bumi ini cuma satu. Tempat tinggal kita cuma satu. Saya masih optimis, saat ini anak anak muda memikirkan masa depan mereka. Walaupun cara berpikirnya berbeda dengan generasi sebelumnya,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dunia Konservasi Masih Penuh Tantangan
Aal mengatakan, dunia konservasi masih berhadapan dengan berbagai tantangan. Di antaranya pola konsumtif manusia yang berimplikasi pada ketergantungan industri. Perkembangan industri yang masif akan membuat kebutuhan lahan meningkat. Lahan-lahan yang harusnya menjadi habitat orangutan, menjadi sasaran industri.
Industri yang saat ini menjadi sorotan, contohnya kelapa sawit. Pembukaan lahan-lahan baru pada industri minyak kelapa sawit sebagai bahan baku berbagai produk membuat penyempitan pada ruang habitat satwa.
Tantangan besar lainnya yakni kasus perdagangan satwa yang masih masif. Melansir data Yayasan Suara Hutan Indonesia (Voice of Forest), ada 10 individu orangutan yang menjadi korban perdagangan mulai 2022 – 2024. Kasus-kasus ini terjadi di Aceh dan Sumatra Utara. (Topikseru.com)
Editor: Muklis
Halaman : 1 2