Pada masa revolusi kemerdekaan Tumpal Dorianus Pardede ikut berjuang sebagai perwira dagang. Dia bertugas di bagian perbekalan dan logistik. Hasil penjualan beras yang dia bawa dari Tapanuli ke Pekan Baru disisihkan untuk biaya perjuangan dan memberi makan pasukan.
Di tahun 1949 Pardede berhenti dari dinas ketentaraan dan kembali ke dunia bisnis. Namun, saat itu Pardede menyaksikan penderitaan masyarakat. Banyak masyarakat hanya berkaus kutang atau singlet. Dari kondisi ini lah TD Pardede mendapat ide untuk membangun pabrik tekstil khususnya kaus singlet.
Mimpi Pardede membangun pabrik tekstil akhirnya terwujud dengan berdirinya Knitting Factory T.D. Pardede di Medan. Pabrik ini memproduksi kaus pertama dengan merek Surya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Raja Uang yang Pilih Hidup Miskin
Bergelimpangan harta dan lini bisnis yang tumbuh pesat tak membuat TD Pardede melupakan filosofi hidup yang dia anut, yakni miskin dan kesederhanaan.
Dia mengajarkan bahwa saat mendapat keberlimpahan harta harus mengingat perjuangan saat masih belum berpunya.
Menjadi orang kaya bukan berarti harus pamer. Kata Pardede, setiap orang kaya harus ingat bahwa rezeki itu berasal dari Tuhan.
Berkat filosofi seperti ini, Pardede cukup dihormati di Indonesia, terutama warga Sumatera Utara.
Sosok TD Pardede juga filantropi. Dia turut membangun beberapa fasilitas umum seperti rumah sakit, tempat ibadah dan sekolah bagi warga Medan.
Kiprah Tumpal Dorianus Pardede berhenti pada 18 November 1991 karena wafat di Singapura.
Tempo (26 Maret 1994) mewartakan sebelum wafat, ‘raja uang’ ini membuat wasiat agar seluruh harta tak dibagikan kepada anak-anaknya.
Editor : Muchlis
Sumber Berita : CNBC, Historia
Halaman : 1 2