Jika Anda pernah merindukan seseorang yang tak pernah Anda beritahu, maka serial ini adalah surat cinta untuk Anda.
6. Arisan: Di Balik Kue dan Kopi, Ada Kisah Hidup yang Menghancurkan Diri
Trans7 menghadirkan Arisan — sebuah reality show yang tampak biasa, tapi menyimpan kekuatan luar biasa.
Setiap minggu, sekelompok ibu rumah tangga dari berbagai latar belakang — dari ibu rumah tangga di kawasan elit Jakarta Selatan hingga pedagang sayur dari Tangerang — berkumpul di rumah salah satu anggota. Mereka membawa makanan, cerita, dan masalah hidup mereka.
Di sana, seorang ibu mengaku bahwa suaminya telah meninggalkannya karena ia tak bisa punya anak. Di sana, seorang remaja perempuan mengaku ingin bunuh diri karena bullying di sekolah. Di sana, seorang janda yang kehilangan suaminya dalam kecelakaan, berbagi cara ia belajar hidup lagi — dengan menanam bunga di balkon.
Arisan bukan acara hiburan. Ia adalah terapi sosial. Ia adalah ruang aman di tengah dunia yang semakin dingin. Dan inilah mengapa program ini menjadi yang paling banyak dibicarakan di Twitter dan Instagram.
Dengan pendekatan dokumenter, tanpa naskah, tanpa manipulasi, Arisan menunjukkan bahwa kekuatan terbesar manusia bukanlah uang atau kecantikan — tapi keberanian untuk berkata: “Aku tidak baik-baik saja.”
7. Asmara Gen Z: Cinta di Era Digital, Bukan Tanpa Makna
SCTV menghancurkan stereotip dengan Asmara Gen Z — sebuah drama yang berani menampilkan cinta di zaman TikTok, DM, dan Instagram story.
Pasangan utama, Nisa dan Raka, jatuh cinta lewat DM. Konflik mereka lahir dari postingan yang salah, komentar yang disalahartikan, dan kecemburuan yang muncul dari algoritma. Tapi justru di sinilah kekuatannya: mereka berbicara jujur tentang trauma, tentang kecemasan, tentang identitas gender, dan tentang batasan dalam hubungan.
Nisa berkata: “Aku tidak butuh pacar yang selalu ada. Aku butuh yang tahu kapan aku butuh diam.”
Raka menjawab: “Aku tak takut kamu pergi. Aku takut kamu pergi tanpa bilang apa-apa.”
Serial ini tidak menghakimi Gen Z. Ia memahami mereka. Dengan kostum yang autentik, soundtrack yang viral di Spotify (termasuk lagu “Tak Ada yang Abadi” yang jadi soundtrack utama), dan dialog yang realistis — Asmara Gen Z menjadi fenomena budaya. Ribuan remaja mengaku: “Ini cerita kita.”
8. Wanita Istimewa: Para Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Tak Pernah Diberi Bunga
SCTV kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam mengangkat isu perempuan melalui Wanita Istimewa — sebuah serial yang menggabungkan fiksi dan dokumenter.
Kisah utama mengikuti Siti, seorang ibu tunggal yang bekerja sebagai sopir ojek online. Ia mengasuh dua anak, bekerja dari jam 5 pagi hingga 12 malam, dan masih menyisihkan uang untuk biaya sekolah anaknya.
Tapi di balik ketabahannya, ia menyimpan luka: suaminya meninggal karena kanker, dan ia tak pernah mampu membayar pengobatan karena tak punya asuransi.
Serial ini menyisipkan wawancara nyata dengan ibu-ibu nyata: guru ngaji yang berjalan 5 km setiap hari, perawat malam yang menangis sendirian setelah shift, dan pedagang keliling yang menahan lapar demi anaknya.
Dengan gaya sinematik yang mendekati film arthouse, Wanita Istimewa bukan sekadar hiburan. Ia adalah bentuk penghormatan. Ia adalah panggilan: “Lihatlah mereka. Mereka adalah Indonesia.”
9. BRI SL: PSBS vs Persita — Klasik dari Tanah yang Jarang Disentuh Kamera
INDOSIAR membawa Anda ke Stadion Mandala, Banten, untuk menyaksikan laga antara PSBS Biak dan Persita Tangerang — pertandingan tingkat provinsi yang justru menyimpan semangat nasional.
PSBS, tim dari Papua yang dikenal penuh semangat dan keberanian, menghadapi Persita yang disiplin dan strategis. Dua tim dengan latar belakang berbeda, tapi satu tujuan: membawa nama daerahnya ke kancah nasional.
Tapi momen paling mengharukan datang di menit ke-89. Seorang pemain muda PSBS, berusia 17 tahun, yang sebelumnya tak pernah tercatat di media, mencetak gol dari tendangan bebas yang menggetarkan seluruh stadion. Ia lari ke tribun, berlutut, dan menangis — sambil menunjuk ke langit.
Keluarganya, yang datang dari Papua dengan biaya sendiri, menangis terisak-isak. Di rumah, jutaan penonton di seluruh Indonesia menangis bersama.
Ini bukan tentang pemenang. Ini tentang harapan. Ini tentang bagaimana sepak bola bisa menjadi jembatan antara daerah terpencil dan pusat kekuasaan.
10. DMD Panggung Rezeki: Ketika Mimpi Bertemu Keberuntungan, dan Uang Bukan Satu-Satunya Hadiah
Di MNCTV, DMD Panggung Rezeki kembali hadir sebagai ajang pencarian bakat yang unik — bukan karena juri yang ketat, tapi karena “rezeki” yang datang dari penonton.
Peserta tidak hanya dinilai oleh panel juri, tapi juga oleh keberuntungan yang datang dari hati penonton: donasi langsung, tawaran kerja dari pengusaha yang hadir, bahkan kesempatan untuk tampil di acara nasional.
Seorang penari jalanan dari Medan, yang dulunya tidur di bawah jembatan, mendapat tawaran kerja sebagai instruktur tari di sebuah pusat kebudayaan. Seorang penyanyi cilik dari Kupang, yang membawakan lagu daerah, mendapat donasi Rp200 juta dari seorang pengusaha yang terharu — dan uang itu digunakan untuk membeli alat musik bagi anak-anak di desanya.
Panggung Rezeki mengajarkan satu hal: keberuntungan bukanlah keajaiban. Ia adalah hasil dari keberanian untuk tampil, dan kebaikan dari orang-orang yang bersedia melihat.
Kesimpulan: Ini Bukan Hanya Tayangan, Ini Adalah Cermin Hati Bangsa
Minggu ini, layar kaca Indonesia bukan hanya menghibur. Ia menyembuhkan. Ia mengingatkan. Ia mengajak kita untuk berhenti sejenak, dan melihat ke sekeliling.
Dari suara seorang ibu yang bernyanyi demi anaknya, hingga tendangan bebas yang menggetarkan stadion kecil; dari surat cinta yang tak pernah dikirim, hingga pertemuan arisan yang menjadi terapi — semua ini adalah cermin dari jiwa bangsa yang masih punya harapan.
Jangan lewatkan satu pun dari 10 tayangan ini. Karena di tengah hiruk-pikuk dunia digital yang seringkali dangkal, inilah saatnya kita kembali ke yang manusiawi.












