Topikseru.com – Industri film animasi Indonesia saat ini tengah berada dalam titik persimpangan yang menarik.
Jumlah produksinya memang belum sebanding dengan film live action, namun setiap kali hadir sebuah animasi baru, perhatian publik dan media langsung tertuju kepadanya.
Hal ini wajar, karena animasi bukan sekadar hiburan, tetapi juga menjadi tolok ukur kemampuan teknis dan kreatif bangsa di kancah perfilman.
Tahun 2025 menghadirkan salah satu proyek ambisius: Merah Putih: One For All. Film ini mengusung tema nasionalisme dan persatuan yang dikemas dalam kisah petualangan anak-anak dari berbagai daerah di Indonesia.
Namun sebelum tayang, film ini sudah dibanding-bandingkan dengan dua animasi yang cukup legendaris di negeri ini: Jumbo (2021) yang mencatat rekor penonton, dan Battle of Surabaya (2015) yang dipuji secara internasional.
Artikel ini akan membedah perbandingan anggaran, durasi produksi, strategi pemasaran, kualitas teknis, dan potensi pasar dari ketiga film tersebut, untuk memahami arah perkembangan animasi lokal.
Profil Lengkap Tiga Animasi Besar Indonesia
1. Merah Putih: One For All (2025)
Anggaran: Rp6,7 miliar
Lama Produksi: ±2 bulan
Penonton Domestik: Belum rilis
Catatan: Kritik trailer terkait kualitas animasi
Film ini mengisahkan delapan anak dari latar belakang budaya berbeda yang bersatu demi menyelamatkan bendera pusaka jelang peringatan HUT ke-80 RI. Momentum rilis yang berdekatan dengan 17 Agustus jelas dimaksudkan untuk memanfaatkan suasana nasionalisme yang sedang menguat.
Namun, kontroversi muncul saat trailer perdana dirilis. Banyak warganet mengkritik animasinya yang dinilai kurang halus, pergerakan karakter yang kaku, dan pencahayaan yang belum maksimal. Kritik ini bisa menjadi batu sandungan, tetapi juga bisa menjadi pemicu bagi tim produksi untuk melakukan perbaikan sebelum perilisan.
2. Jumbo (2021)
Anggaran: ±Rp4–5 miliar
Lama Produksi: ±1 tahun
Penonton Domestik: 10.162.551
Catatan: Sukses fenomenal di box office
Jumbo adalah kisah sukses terbesar animasi Indonesia secara komersial. Dengan dana yang relatif moderat, film ini berhasil memecahkan rekor lebih dari 10 juta penonton di bioskop domestik.
Ceritanya yang menghangatkan hati, karakter yang mudah disukai anak-anak, dan strategi pemasaran masif di media sosial menjadikannya tontonan wajib bagi keluarga.
Faktor penting lain adalah distribusinya yang merata ke seluruh pelosok, termasuk daerah-daerah yang jarang mendapat akses film animasi.
Kolaborasi dengan brand, merchandise resmi, dan promosi lintas platform membuat Jumbo menjadi fenomena budaya populer.
3. Battle of Surabaya (2015)
Anggaran: ±Rp3 miliar
Lama Produksi: ±4 tahun
Penonton Domestik: 70.277
Catatan: Apresiasi tinggi di festival internasional
Battle of Surabaya memadukan kisah fiksi dengan latar sejarah nyata, mengisahkan perjuangan remaja kurir pesan di masa pertempuran Surabaya 1945. Penggarapan detail latar, riset sejarah, dan narasi emosional menjadi daya tarik utamanya.
Meski hanya meraih puluhan ribu penonton di dalam negeri, film ini sukses mendapatkan pengakuan di berbagai ajang internasional. Kelemahannya ada pada pemasaran domestik yang terbatas dan kurangnya distribusi yang merata, sehingga film ini tidak berhasil menjangkau audiens luas di bioskop Indonesia.













