Scroll untuk baca artikel
Film

Sinopsis Film A Time to Kill: Ketika Hukum Diuji Nurani Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini

×

Sinopsis Film A Time to Kill: Ketika Hukum Diuji Nurani Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini

Sebarkan artikel ini
Sinopsis film A Time to Kill
Sinopsis film A Time to Kill sebuah Film yang diperankan oleh Matthew McConaughey Bioskop Trans TV Hari ini Minggu 2 November 2025 pada pukul 23.00 WIB malam ini

Topikseru.com – Sinopsis film A Time to Kill sebuah Film yang diperankan oleh Matthew McConaughey Bioskop Trans TV Hari ini Minggu 2 November 2025 pada pukul 23.00 WIB malam ini

Di sebuah kota kecil yang lengang di pedalaman Mississippi, Amerika Serikat, rasa keadilan tercekik oleh akar-akar rasisme yang telah mengendap berabad-abad lamanya.

“A Time to Kill” karya sutradara Joel Schumacher bukan hanya sebuah drama pengadilan, tetapi pergulatan moral antara hukum, keadilan, dan nurani.

Film yang diadaptasi dari novel debut John Grisham ini menyulut percakapan panjang tentang peradilan yang netral dalam masyarakat yang tidak pernah benar-benar bebas dari luka rasial.

Carl Lee Hailey, seorang ayah kulit hitam yang diperankan dengan emosional oleh Samuel L. Jackson, tidak bisa menerima begitu saja ketika putrinya yang berusia 10 tahun diperkosa dan disiksa oleh dua pria kulit putih.

Alih-alih percaya pada sistem hukum yang sudah berkali-kali mengecewakan komunitasnya, ia memilih menegakkan keadilan dengan tangannya sendiri. Ia membunuh para pelaku secara terang-terangan di depan pengadilan.

Di sinilah cerita bermula. Carl Lee tidak melarikan diri. Ia menyerahkan diri dan bersiap menghadapi konsekuensi.

Masyarakat gempar, opini publik terbelah, dan sistem hukum mulai bergerak seperti kereta tua yang membawa beban sejarah panjang perbudakan dan ketidaksetaraan.

Baca Juga  Sinopsis Film Tiger Zinda Hai Tayang di Mega Bollywood ANTV Minggu 3 Agustus 2025 Pagi Ini

Jake Brigance (diperankan oleh Matthew McConaughey), seorang pengacara muda kulit putih dengan idealisme yang belum lapuk oleh kompromi, menerima tantangan untuk membela Carl Lee.

Dalam masyarakat yang masih dijejali simbol-simbol supremasi kulit putih, keputusannya mengundang cemooh dan teror.

Rumahnya dibakar, keluarganya diancam, dan pengadilan berubah menjadi panggung dramatisasi tentang siapa yang layak hidup dan siapa yang pantas dihukum.

Film ini memang tidak menawarkan kejutan hukum ala film pengadilan lainnya. Tak ada bukti tersembunyi atau kesaksian mencengangkan yang muncul di menit-menit terakhir.

Yang menjadi daya tarik utama adalah dilema moral: apakah membunuh dua pelaku pemerkosaan yang mungkin lolos dari hukuman adalah sebuah kejahatan, atau bentuk perlawanan terakhir terhadap sistem yang timpang?

Joel Schumacher menyutradarai film ini dengan tekanan emosi yang konsisten.

Adegan pengadilan digarap bukan sebagai tontonan legalistik semata, tetapi sebagai tempat pembuktian empati dan keberanian.

Kamera tak segan menyorot wajah-wajah gelisah, marah, dan penuh keraguan—dari juri, hakim, hingga penonton sidang.

Musik yang digubah oleh Elliot Goldenthal memperkuat atmosfer mencekam dan getir sepanjang film.